Kamis, 09 April 2015

Masih Belajar Juga




Aku memang sangat menyukai bila duduk termenung di malam yang senantiasa menorehkan kesunyian. Begitu kelam. Serasa mati. Dengan secangkir kopi dan beberapa batang lintingan tembakau, telah siap aku bercinta dengan suasana sunyi malam.
Saat kuhisap dalam-dalam lintingan tembakau, sejenak aku teringat keluhnya di kolong chat facebook, “Ya, saat kamu menceritakan tentang kita. Mungkin aku hanya bisa memutar video di ingatanku dan tersenyum karenanya, belum bisa mengungkapkan dengan indah seperti tulisanmu itu.”
Ah, masih saja dia pikirkan hal itu. Aku pun sebetulnya juga masih belajar. Kalau di sekolah, mungkin aku masih duduk di kelas 1 SD. Belajar mengenal abjad dan belajar mengeja kata. Keinginanku untuk bisa menulis lebih baik dari ini begitu besar. Mungkin itu yang menyebabkan guru imajinasiku menaikkan aku ke kelas 4. Belajar tentang membuat kalimat yang hidup. Lengkap dengan S, P, O, K-nya. Bukan frase. Frase itu menjemukan. Berkata tanpa kejelasan. Itu frase. Namun kalau untuk penegas suasana halal digunakan.
Ya, sedikit demi sedikit. Asal istiqomah. Bismillah.

---------------
Belajar kutulis segala hal berkaitan dengan rinduku padanya bukan untuk ber-lebay ria. Macam film-film genit yang jatuh cinta sehabis ditabrak itu. Dan selalu monoton. Ah, untuk apa pula bila niat awal menorehkan segala ke dalam tulisan begitu murahan seperti itu.
Segala yang ku tulis saat ini memang benar adanya muncul dari pikiranku yang telah membludak. Meluap kesana-kemari laksana banjir Jakarta. Dan pada akhirnya, disinilah pikiran itu berlabuh. Dalam tatanan susun kata yang semaksimal mungkin kurapikan setelah meluap kesana-kemari.
Sumber tulisan itu tak lain karena ditemani aroma kopi dan setangkup senyumnya yang terbingkai rapi. Sepanjang apa aku menuliskan kisah kenangan, selekat itulah aku mengenangnya. Menyimpannya. Rapat-rapat. Ya, kekasih, dalam hati ini.
Sebelumnya aku berterima kasih dulu kepada dia, gadis tembem manis yang telah menjadi sumber pokok dalam aku menulis tentang kerinduan. Dari dirinya aku menjaring susun kata tentang rindu. Merapikannya. Menghiasnya. Lalu ku haturkan kepada Tuhan dan selanjutnya ku kirimkan kepada gadis tembem manis itu.
Itulah sepertinya kerangka kerinduanku. Karena saban hari, kurasa seperti itu yang kulakan. Memang benar adanya yang tertulis hanya sebagian. Tak semuanya. Karena sebagian kuceritakan pada kawan-kawanku. Sebagian lagi, langsung ku utarakan kepada dirinya. Sebagiannya lagi, hanyut bersama doa-doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar