Surat cinta, untuk sahabatku.
Diusia kita yang sudah merangkak sedikit demi sedikit ke kepala 3 ini.
Sudah saatnya aku menekankan nasehat ini untuk aku sendiri dan kepada sahabat aku
yang teramat aku sayangi, yaitu si Catur dan kang Dodo untuk sedikit memilah
waktu.
Jujur ini aku tulis karena keprihatinan aku yang mendalam terhadap rutinitas
yang terlalu menguras waktu kita. Yang mengakibatkan banyak sekali waktu yang
terbuang untuk satu rutinitas saja. Hingga lenyap apa-apa yang sebetulnya juga
perlu dipikirkan kelak.
Aku tekankan sejak awal pula, disini aku membahas secara manusiawi. Bukan
sok jadi ustadz atau sok agamis. Karena itu masih keduwuren bro! Yang ringan ringan dulu aja dah.
-------
Secara watak gawan bayi setiap
laki-laki itu memang suka memuji, merayu atau nggombal terserah anda mau pakai yang mana. Nhah, untungnya nih,
Tuhan itu Maha Adil, yang menjadikan kaum hawa itu makhluk yang doyan banget
dipuji, dirayu atau digombali. Walaupun
diakhir kata setelah susah payah para lelaki mengais kata untuk disusun menjadi
seikat pujian yang indah untuk ditujukan kepada perempuan adalah halah, gombal! Namun pada hakekatnya,
jauh di dalam hati perempuan amatlah berbungat-bunga.
“Kamu cantik hari ini,” misalnya.
Amat teramat sederhana memang. Namun walaupun sederhana, itu cukup untuk
membuat hati perempuan berbinar bagai kembang api di malam tahun baru. Apalagi
setelah dia berusaha keras untuk dandan secantik mungkin. Beuh, bro, ente malaikat pertama yang akan dicatat
dalam hatinya. *Insyaa Allah*
Paham?
Jadi teruntuk sahabatku tersayang, Catur. Sejenak pujilah perempuanmu,
jangan umyek melulu dengan urusan menjamah
puncak gunung. Gunung karya spektakuler Sang Maha Kuasa, banget malah! Namun,
perempuan pun ciptaan Sang Maha Kuasa yang tak kalah spektakulernya. Cobalah
puji keindahan perempuanmu dulu. Toh, dia
juga punya gunung, ah sudahlah. Emm, oh ya, kelak yang kau peluk adalah dia
perempuanmu, bukan?
Ini bukan aku menentang kesenanganmu muncak gunung. Bukan. Kau tahu sendiri,
aku pun begitu berhasrat pula muncak gunung lagi. Setelah 2 kali perjalanan
gagal melulu.
Namun, sedikit luangkan waktu untuk memikirkan perempuanmu, kawan. Layaknya
bunga, dia akan layu bila tak kau sirami saban harinya. Ai lope yu.
Ini untuk kau kelak ya, setelah kau menemukan dambaan hatimu yang
benar-benar serius menjalani ikatan suci selamanya. Malah, mbok menowo, jodoh yang akan kau dapat nanti sama-sama penyumbu
ketinggian. Tambah asyik kan? Kalian berdua bisa saling lembar pujian, rayuan,
atau gombalan untuk meniadakan lelah
saat menapaki jalan menanjak di Rinjani. Beuh-beuh.
Ditambah lagi kepiawaianmu memainkan kata, menyusunnya menjadi bait-bait
indah yang sudah seperti mbah Sapardi Djoko Damono. Itu akan makin memuluskan
nasehatku ini. Tinggal satu tahap lagi kok, santai ya, kawan. Aku berdoa terus
untukmu. Mugo ndang rabi!
Heh, nulis apaan aku nih. Ok, kali ini sedikit serius. Namun tetap, guyon fardhu ‘ain mutlak akan ada. Heuheu.
Catur Suseno, sahabatku sejak kakiku menapakkannya di SMK Muhammadiyah 1
Sukoharjo, Sekolah Bertaraf Internasional (Namun katanya sudah dicabut) yang
terletak di sudut sebelah alun-alun Satya Negara Sukoharjo itu pada Juli 2008.
Awal mengenalnya tampak raut wajahnya begitu tegang macam preman pasar
yang tak doyan dengan guyonan.
Tenang, itu ternyata hannya tampak luarnya saja. Dalam dirinya, beuh. Sedikit
gila, eh bukan, memang gila! Kemampleng. Enggan melambaikan tangan kala
berjumpa. Digantinya dengan menodongkan jari tengah. Itukan asu sekali.
Namun, untuk masalah kesetiaan kepada pacar sahabat, patut beribu
jempol dilempar kepadanya. Aku sanggup menjadi saksinya.
Dulu, waktu masih SMK. Sepulang sekolah, tiba-tiba tubuhku begitu berat
untuk diajak berjalan. Yang akhirnya si Catur mengajak ke tempat kantin bu
Denok. Di sana, bu Denok dengan penuh kasih sayang seorang ibu mengerokiku. Setelah itu, karena memang
butuh istirahat. Aku rebahan di sudut kamar kantin. Dengan tabahnya, sambil
bermain game di laptopnya dia
menungguiku yang terkapar lemas tak berdaya. Aih, aih. Itu tak akan kulupakan
kawan. Terima kasih.
Sebenarnya, begitu banyak kisah heroiknya
kepadaku yang belum sanggup satupun aku membalasnya. Terlampau panjang nanti
tulisan ini, yang malah akan menurunkan hasrat pembaca. Yang terpenting, jempol
yang ada di tubuhku belum cukup rasanya untuk mengapresiasi keheroikkannya.
Semoga Allah yang membalas semuanya tindak
tanduk baiknya.
Namun yang menjadi salah satu pokok doaku adalah semoga dia diberi jodoh sholehah
dunia akhirat. Karena kulihat dia sudah jenuh dengan berbagai kisah cinta yang
tak kunjung kejelasan akhirnya. Supaya tak di cap dia sebagai playboy cap kadal buntung.
Karena yang kutahu, kesetiaan kawaku yang satu ini cukup mumpuni untuk
sebuah hubungan yang serius. Dari sekian kisah cinta yang ku tahu tentang
dirinya. Tiada satupun kisah cintanya berkahir dikarenakan ada pihak ketiga. Ya,
tiada satupun. Ucapan saya Insyaa Allah
bisa dipegang. Kepada cewek-cewek minat silahkan pm dia langsung. Heuheu.
--------------
Teruntuk sahabat tercintaku pula, Kang Dodo. Kau akan segera memasuki
umur seperempat abad, kakang. Sudah saatnya menghilangkan penyakit canggung,
menyerah sebelum berperang, dan serba perkewuh
dalam mendekati wanita.
Entah beberapa bulan yang lalu, aku mencoba mengenalkan kakangku ini dengan
seorang perempuan cantik berjilbab. Yang menurut pandanganku sih, dia perempuan yang sholehah.
Kebetulan kami satu majelis. Dari facebook sampai pin bbm kuberikan kepadanya.
Namun satu kata untuk memulai pembicaraan pun tak kunjung dia lontarkan.
“Hah, ayolah kakang. Niat ndak sih!,” protesku pada suatu kesempatan.
“Lhah, gimana ya ziz, sepertinya aku ndak pantes untuknya,” jawabnya
begitu lesu.
Kalau sudah begitu, sehardcore
apapun aku membantunya niscaya tiada guna. Terlanjur mengibarkan bendera putih
dia.
Padahal, dulu, saat aku masih belum bisa baca bismillah dan sama sekali
belum kenal yang namanya majelis ilmu. Beuh, wejangannya muantep pol. Hingga alhamdulillah,
aku bisa sedikit demi sedikit menemukan jalan terang menuju Tuhan. Ini juga
berkat dia.
Dalam masalah menghadapi masalah dan hantaman kerasnya hidup, keuletan
dan keteguhan kang Dodo bagiku dia pantas untuk masuk dalam kandidat pemenang
piala bergilir Kick Andy Heroes. *Lebay dikit*
Untuk orang sekaliber kang Dodo yang pernah dulu. Dulu sekali. Pernah dia
terkurung dalam dunia hitam yang mencoreng penuh ke mukanya. Namun berkat
rahmat Tuhan, alhamdulillah belenggu
dunia hitam itu berhasil dia lepaskan. Mungkin dari itulah, setiap wejangannya
yang terlontar dari mulutnya yang kian menghitam karena terhajar oleh lintingan
tembakau itu pasti das dis dus. Jleb. Menampar.
Mengena telak dalam hati.
Itu untuk masalah menggadapi tamparan hidup sosial. Namun sepertinya kakangku
ini sedikit ada masalah dengan masalah menghadapi kisah asmara.
Pernah dalam kesempatan yang bersamaan dulu juga, kami berdua ndilalah mengalami kisah cinta yang
sangat bajindul. Habis waktu, habis
duit, dan hampir saja habis iman kami jika masih memegang cinta yang dilahap
nafsu itu. Alhamdulillah, rahmat
Tuhan diturunkan kepada kami, sehingga kami sama-sama terbebas dari kisah cinta
yang dilahap nafsu.
Namun selang beberapa bulan, setelah kisah yang sangat bajindul itu. Ahlamdulillah banget, bintang kejora
seperti jatuh menimpa diriku. Seorang gadis yang dulunya langsing manis
dengan gerai rambut lurus sepunggung habis disetrika (Alhamdulillah, sekarang sudah rapi terbrangkas oleh hijab), sebelum
berangkat ke perantauan itu mencipratkan
gerak-gerik yang membuat hatiku penuh harap kepadanya.
Entah kenapa, dengan ikhlas dan tabahnya dia masih mau menyimpan sebuah
cincin murahan yang kuberikan saat dia berkunjung diwarnet tempatku bekerja.
Sebagai lelaki normal pada umumnya, sebenarnya aku sudah bisa menebak bahwa dia
sedikit menaruh harap juga padaku. Dan pada saat itu, kebangkitan hidupku
kembali menggelora. Kuhaturkan berjuta terima kasih padanya, yang mungkin saat
ini dia sedang membaca tulisanku ini.
Yang darinya kutuliskan sebuah kisah awal jumpa kami yang berjudul “Ok
Deal, Kebun Teh”. Karena, yah, itu kenangan yang haram untuk dilupakan bagiku. Untuk
keterangan lebih lanjut silahkan mampir ke gubuk saya untuk ngopi bersama.
Berbeda dengan kisah yang di alami oleh kang Dodo. Setelah kisah yang
teramat bajindul itu dia alami. Merajut
kembali impian untuk punya istri kamar sendiri di sisi bagian rumahnya
yang ia pilih. Merantaulah kembali kang Dodo ke kota Metropolitan.
Bekerja menjemput rejeki dia di sebuah perusahaan yang mengharuskan dia
untuk pergi menjelajah seluruh antero wilayah Indonesia. Mulai dari Padang,
Semarang, Solo, Jogja, Lamongan, Bali, sampai ke tanah Makasar sana.
Yang alhamdulillah setelah
beberapa bulan berjuang menguras peluh dan pikiran, jadilah sebuah kamar tidur berukuran
entah berapa meter persegi itu, agak lupa akunya. Heuheu. Dibangun pula sebuah
petak kecil untuk kamar mandi bersandingan dengan kamar tidurnya. Katanya, biar
nanti kalau habis ngonok’an dengan
istrinya, mandi besarnya deket. Heuheu.
Pernah dalam satu status facebooknya
tertulis begini, “Hei, menikah itu bukan lomba lari, yang ada definisi siapa
cepat, siapa lelet larinya. Menikah itu juga bukan lomba makan kerupuk, yang
menang adalah yang paling cepat ngabisin kerupuk, lantas semua orang berseru
hore. Menikah itu adalah misteri Tuhan. Jadi tidak ada istilah terlambat
menikah. Pun tidak ada juga istilah pernikahan dini. Selalu yakini, jika Tuhan
sudah menentukan, maka akan tiba momen terbaiknya, di waktu paling pas, tempat
paling tepat.”
Aku pun mengangguk paham. Bawasannya, bukan kang Dodo tiada hasrat untuk
menikah. Bukan! Karena yang aku tahu hasratnya begitu membara laksana api yang
akan membakar Nabi Ibrahim as. Namun untuk melangkah ke jenjang ikatan suci itu
butuh beberapa hal yang mesti patut di perhatikan, misalnya, kesiapan
psikologis, ekonomi, sosial, dan yang paling penting kesiapan pengetahuan
tentang Agama.
Menikah itu sunnah Rasul, haruslah kita jalankan. Tujuan menikah ialah
membangun rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Untuk mencapainya, jelas dibutuhkan pilar-pilar yang
jelas. Masalah ekonomis iya, dan yang tak boleh diabaikan lagi ialah kesiapan
psikologis.
Makanya aku mengatakan kalau anak baru baligh, alias abegeh, mbok ya jangan keburu nikah, sebab kamu
belum cukup matang secara psikologis untuk menghadapi ceruk-ceruk rumah-tangga.
Atas dasar apa pun! Mbokya sekolah
dulu, kuliah dulu, asah psikologis dulu, cari pengalaman hidup dulu, baru deh
mikir nikah.
Poin ini yang kurang dijelaskan secara seimbang di buku Ustadz Felix itu.
Ya sebab beliaunya memang hanya concern
pada “menghindari hubungan bebas dalam pacaran”. Aku maklum tujuannya menulis
buku itu.
Heuheu. Urusan rabi meneh rabi
meneh memang selalu asyik kalau membahas masalah pe-rabi-an sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Catur juga mungkin
sedang memikirkan serius akan hal ini.
Dan sekarang kang Dodo sedang kembali merantau.
“Ke kota hujan Bogor,” katanya sambil menghembuskan asap tembakau di suatu
malam di depan rumahku saat berlangsung majelis latar bincang malam.
Ku doakan, agar selalu sehat, selalu diberkahi dan diridhoi oleh Tuhan
apa-apa yang dia lakukan. Dan mugo ndang
rabi. Aamiin.
Mungkin cukup ini dulu ya, secoret dua coret surat cintaku untuk dua
sahabatku yang teramat aku sayangi itu. Oh ya, tambahan. Kenapa aku selalu
mengimbuhkan kata “mugo ndang rabi”?
yah, karena doa yang baik itu selalu berbalik kepada yang mendoakan. Atau sebelum
berefek kepada yang di doakan, yang mendoakan akan menikmati dahulu apa yang
dia doakan. Heuheu. Insyaa Allah.
Entah orang mau bilang, edan kek, nggilani
kek, tokek kek, ketek kek. Bersahabat dengan mereka berdua merupakan salah satu
anugrah yang luar biasa indah. Tanpa melupakan teman-temanku yang lainnya.
Adziz bin Gino
Sukoharjo, 10 April 2015
0 komentar:
Posting Komentar