Senin, 17 November 2014

Manaqib Fakhrul Wujud Syeikh Abu Bakar bin Salim



Nasab Sayyidina Syekh Abu Bakar bin Salim Ra

As-Syekh Al Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Syeikh Abubakar bin Salim dilahirkan pada tanggal 13 Jumadil Akhir 919 H di kota Tarim, Yaman. Ia tumbuh dewasa menjadi seorang tokoh sufi yang masyhur sekaligus seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya.

Jumat, 14 November 2014

DI NGARSOPURO, PUKUL 7 MALAM



DI NGARSOPURO, PUKUL 7 MALAM

Ngarsopuro mulai dihampiri hembusan angin berlendir. Lalu lalang yang tadi berisik kini mulai melenggang. Pedagang wedang ronde dan pedagang sate ayam mulai mendorong gerobaknya menuju tempat ternyaman di dunia ini. Ya, tempat dimana dia menemui senyum manis keluarganya. Tinggal tukang becak yang terlelap lelah di dalam becaknya, di nina bobokan oleh alunan syahdu gendhing jawa. Tetapi tidak buatku!
Aku masih saja duduk di trotoar jalan di bawah tulisan Ngarsopuro, setia menunggumu. Setia menunggu janjimu, Mawar.
Kulirik lagi arlojiku, sudah pukul 11 malam. Satu jam lagi suasana sepi akan lebih menusuk.

Jumat, 07 November 2014

BANGKU TAMAN MAWAR



“Ini, tulislah apa yang terjadi ditaman ini,” ucap Mawar sambil menyodorkan sebuah buku catatan kepadaku.
“Mau kemana?” tanyaku
“Aku mau menggapai cita-citaku dinegeri seberang,” jelas Mawar
Dengan memaksa tetap mempertahankan segaris senyum dibibirku, “Semangat ya, Aku akan disini berdoa apa yang menjadi keinginanmu.”
“Iya” jawab Mawar singkat.
“Jika kamu tak kunjung puas dengan semua yang kamu inginkan, datanglah kemari, di suatu Senja Taman Mawar ini.” Tungkasku.
            “Iya, Insyaa Allah,” katamu sambil tersenyum “kita akan menulis cerita tentang suatu Senja Taman Mawar ini bersama-sama”.