Sabtu, 27 Juni 2015

MENIKAH DAN BERPUASA



Sekitar tujuh tahun yang lalu, ketika hendak menikah, saya mendatangi guru saya untuk meminta nasihat tentang pernikahan.
Sebagai seorang laki-laki, ada sejumlah kebimbangan dalam hati saya. Di satu sisi, saya ingin segera menikah karena saya merasa sudah menemukan ‘jodoh’ saya. Di sisi lain, saya masih merasa belum mampu menjalani pernikahan tersebut—terkait kesiapan mental, kesiapan batin, terlebih kesiapan materi karena barangkali kelak saya yang akan memegang tanggung jawab finansial lebih besar dalam rumah tangga.
“Kalau kamu belum mampu menikah, berpuasalah!” Kalimat itulah yang pertama kali diucapkan guru saya setelah saya menceritakan semuanya. Dingin dan datar.
Rasanya saya ingin bertanya, apakah puasa akan menyelesaikan masalah-masalah yang saya keluhkan? Apakah puasa akan membuat saya siap secara fisik, mental, batin, bahkan finansial? Namun, saya tak berani mempertanyakan semua itu kepada guru saya, hingga saya menanyakan hal lainnya.
“Saya mengerti tentang bahwa kita harus menahan diri, Kiai, menjaga pandangan dan kehormatan,” ujar saya, berusaha memberanikan diri, “Tapi saya ingin menikah bukan karena saya tidak bisa menahan nafsu seksual saya…”

Kamis, 25 Juni 2015

SURAT ITU




Surat itu...
Sebelumnya, ku ucapkan banyak terima kasih kepadamu. Telah mau engkau menerima serta membaca surat dariku. Ya, surat. Bukan SMS, BBM, WA ataupun E-mail. Surat asli tulisan tangan dariku. Yang kata orang, tulisan tangan lebih memiliki “ruh” ketika dibaca.
Surat yang memang sedikit panjang dan berbelit-belit. Maaf jika banyak menyedot waktumu kala membacanya. Semoga dengan surat yang aku tulis itu dapat sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak sempat kau tanyakan atau yang tak berani kau tanyakan langsung kepadaku.

Sabtu, 20 Juni 2015

Kakak Takmir dan Kakak Pendaki, Ngopi-lah dulu

sumber gambar: travel.detik.com



Apalagi ini?!
Bisa tidak sih, menanggapi kritikan dengan stel kendo / slow kayak ibu-ibu mau masukin benang ke dalam lubang jarum. Kedua masalah dipegang dengan erat, namun untuk menyatukannya penuh dengan kehati-hatian tingkat dewa sambil memincingkan mata.
Buat apa juga kakak takmir masjid nyinyirin kakak-kakak pendaki. Statment yang terkesan menuduh para kakak Pendaki kalau sedang menapaki jalan tanjakan dan turunan di gunung pastilah tidak pernah sholat di masjid itu memang nylekit. Ngejleb. Dan nge-nge lainnya.
Haloo!!
Kalian yang udah mendaki gunung beribu-ribu Mdpl. Dapat salam dari Masjid sebelah rumah nih. Udah sering sholat di sana?
Itu memang sebuah kalimat yang bisa dibilang nasehat. Kita tidak boleh memandang bahwa itu salah mutlak juga bukan? Ngono yo ngono ning ojo ngono.

Jumat, 19 Juni 2015

[ESAI] CANDRA MALIK - MUMPUNG RAMADHAN



Sujiwo Tejo seolah menggugat: apa enaknya berpuasa bareng-bareng? "Aku berpuasa, kau, dan dia, juga mereka, pun kalian, kita semua berpuasa pada hari dan bulan yang sama," ujarnya. Yang Sujiwo Tejo maksud adalah berpuasa di Bulan Suci Ramadhan. Lalu, yang semakin tidak ia mengerti, orang-orang bangun dan makan sahur pada jam-jam yang nyaris serentak. Dan lebih absurd lagi, Tejo bilang: lalu kita mengadakan acara berbuka puasa bersama.

"Aku lebih suka berpuasa seorang diri. Orang-orang tetap makan dan minum, dan aku tidak. Bahkan, ketika itu aku berada di antara mereka. Ini puasa yang asyik," kata dalang yang juga pemain saksofon dan komposer itu, dalam majelis Suluk Maleman di Rumah Adab Mulia Indonesia, di Pati, Jawa Tengah, 13 Juni malam lalu. Baginya, dan bagi orang-orang yang merasakan hal yang sama, Bulan Suci Ramadhan justru menjelma bulan makan-minum teratur. Bulan konsumtif, bulan ketika grafik inflasi meningkat hingga lebaran.

Rabu, 17 Juni 2015

Dewasa Kelas Pemula

Sumber gambar: kaskus.co.id


Betapa banyak orang yang sudah berumur 16 tahun keatas yang menurut undang-undang sudah dikatakan “dewasa” masih berperilaku seperti halnya anak kecil yang masih duduk di bangku playgroup.
Anak kecil biasanya senang saat diberi permen yang bentuknya menggiurkan lidah, penuh warna-warna, tanpa pernah peduli jika permen itu ternyata beracun. Padahal orang tuanya sudah memberitahu bahwa permen itu hanya nampak luar saja yang indah. Dalamnya berisi racun, narkoba, sabu-sabu dan seabrek bahan berbahaya yang bisa saja sekali tenggak nyawa melayang.
Lha piye, namanya juga anak kecil. Dikatakan belum dewasa, karena cara berpikirnya terlalu sempit. Yang hanya melihat apa yang tampak di depan mata. Celaka belakangan urusannya belakangan.
Contoh lain, generasi muda kita, terutama anak SMA yang sekarang sepertinya anak SMP juga sudah mulai berani merayakan kelulusan dengan corat-coret baju, pesta miras dan sabu. Malahan, pada bulan April yang lalu, sebuah EO mau mengadakan sebuah “pesta bikini” untuk merayakan kelulusan SMA. Alamak, makin gila jaman ini. Tanpa peduli efek buruk yang akan ditimbulkan kemudian hari. Karena ya, itu tadi, cara berpikirnya terlalu sempit. Yang hanya melihat apa yang tampak di depan mata.

Jejaring Sosial Mah Gitu


Di era digital ini siapa yang tak kenal dengan facebook? Jejaring sosial yang diluncurkan pada bulan Februari 2004. Pada September 2012, Facebook memiliki lebih dari satu miliar pengguna aktif, lebih dari separuhnya menggunakan telepon genggam.
Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama teman sekamarnya dan sesama mahasiswa Universitas Harvard, Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin Moskovitz dan Chris Hughes.
Penggunanya pun dari berbagai kalangan. Dari anak yang masih ingusan, remaja, dewasa, sampai kakek nenek pun ada. Seperti menurut survei Consumer Reports bulan Mei 2011, ada 7,5 juta anak di bawah usia 13 tahun yang memiliki akun Facebook dan 5 juta lainnya di bawah 10 tahun, sehingga melanggar persyaratan layanan situs ini.

Selasa, 09 Juni 2015

Memasak? Di Dapur Saja


Sebenarnya malam ini saya ingin cepat-cepat mancal kemul dan langsung tidur. Namun karena saya sudah janji kepada khalayak umum, bahwa saya akan melanjutkan tulisan saya di status facebook.
Oke cekidot...
Ketika merasa kecewa dengan pasanganmu mbok yo kalau bisa jangan dishare di sosmed. Entah itu facebook, twitter, blog, WA, BBM, dan segala hal yang ketika kau menuliskan sesuatu akan banyak orang yang tahu, itu sosmed.
“Jangan Memasak Di Ruang Tamu”
Mungkin itu kiasan yang tepat, guna menjelaskan tentang hal ini.
Sekarang bayangkan, ruang tamu, sebuah tempat yang dilihat pertama kali oleh orang banyak, sebagian bahkan orang asing yang sekadar singgah ke rumah kita. Lantaran semestinya urusan masak-memasak dilakukan di dapur, bukan di ruang tamu, sebagai kegiatan pribad bukan kegiatan publik, maka wajar sajalah bila kemudian muncrat berbagai hal negatif itu. So, meletakkan sesuatu tidak pada pada letak semestinya amat sangat berpeluang untuk menghadirkan masalah-masalah buruk. Masalah-masalah yang niscaya takkan pernah terjadi dan meluas kemana-mana, menyebar ke ruang luas bernama ruang tamu, ruang publik, umpama kita mampu membedakan mana letak yang pas untuk memasak dan mana yang bukan.