Sebenarnya malam ini saya ingin cepat-cepat mancal kemul dan langsung tidur. Namun karena saya sudah janji
kepada khalayak umum, bahwa saya akan melanjutkan tulisan saya di status facebook.
Oke cekidot...
Ketika merasa kecewa dengan pasanganmu mbok yo kalau bisa jangan dishare di sosmed. Entah itu facebook, twitter, blog, WA, BBM, dan
segala hal yang ketika kau menuliskan sesuatu akan banyak orang yang tahu, itu
sosmed.
“Jangan Memasak Di Ruang Tamu”
Mungkin itu kiasan yang tepat, guna menjelaskan tentang hal ini.
Sekarang bayangkan, ruang tamu, sebuah tempat yang dilihat pertama kali oleh
orang banyak, sebagian bahkan orang asing yang sekadar singgah ke rumah kita.
Lantaran semestinya urusan masak-memasak dilakukan di dapur, bukan di ruang
tamu, sebagai kegiatan pribad bukan kegiatan publik, maka wajar sajalah bila
kemudian muncrat berbagai hal negatif itu. So, meletakkan sesuatu tidak pada
pada letak semestinya amat sangat berpeluang untuk menghadirkan masalah-masalah
buruk. Masalah-masalah yang niscaya takkan pernah terjadi dan meluas
kemana-mana, menyebar ke ruang luas bernama ruang tamu, ruang publik, umpama
kita mampu membedakan mana letak yang pas untuk memasak dan mana yang bukan.
-------------------
Belajar dari kehidupan yang terus mengalir ini, menyaksikan begitu banyak
muntahan kata-kata di facebook, twitter,
blog, WA, BBM, yang semestinya tidak layak dibaca, diketahui, dan ditafsirkan
oleh orang-orang luar yang asing untuk dapur kita itu, selalu saja membuatku
galaww.
Ya, galaww yang bukan lagi bagian dari iman. Galaww yang memaksaku
berpikir tentang suatu perkara yang semestinya aku nggak perlu tahu, nggak
perlu menafsirkan kemana-mana, tetapi kini aku menjadi tahu dan tanpa ampun
otakku menafsirkannya kemana-mana, hanya karena kesalahan memilih lokasi
memasak itu.
Bayangkan, apa kira-kira yang akan menyeruak di kepalamu saat menemukan
sebuah status begini: “Semestinya dulu kudengarkan nasihat mereka, kini
kutersadar ternyata aku telah salah pilih…”
“Hah, salah pilih…? Haduuh, gawat deh keadaanya sekarang…” ini tafsir si
A.
“Bentar lagi pasti pisah deh mereka…” ini tafsir si B.
“Ternyata hubungan manis mereka selama ini itu hanya kamuflase…” ini
tafsir si C.
“Cihuy, si doi lagi renggang
nih, kesempatan emas nih, ...” ini tafsir si D.
Mau menghapus? Terlambat. Benar-benar terlambat. Ketika sudah dipos
kekecewaanmu itu di sosmed, seketika itu akan terus meluas ke seluruh penjuru
mata angin, dari dumay lalu diteruskan oleh mulut ke mulut, seiring dengan kian
luasnya orang-orang yang turut menikmati masakan yang dimasak di ruang tamu
bernama facebook (dll) itu.
--------
Ayolah, jangan biasakan diri ini untuk menceritakan atau menuliskan apa
pun yang sifatnya rahasia dalam hidup atau hubungan kalian. Sekali kita nekad menceritakan
atau menuliskan rahasia kita, sejatinya secara tidak langsung kita telah berada
di ruang tamu sedang memasak. Dan jangan heran bila setumpuk argumen-argumen
negatif ataupun perilaku yang kurang mengenakkan akan kita dapati. Entah itu di
sosmed itu sendiri, atau malah bisa jadi di dunia nyata pun kita akan mendapatkannya.
Anggaplah segala rahasia,
kekecewaan, atau masalah yang bersifat privat itu laksana aurat. Bila kau malu
untuk membuka auratmu, maka simpanlah. Tutup yang rapi. Jangan biarkan
sembarang orang tau. Hindarkan dari cahaya matahari. Halah...
Di dunia ini banyak kepala yang
tentu berbeda pula bentuk pola pikirnya. Banyak pula yang mempunyai mulut
dengan liur berbisa yang siap menyantap apa-apa yang kita masak di dapur kita.
Beda mulut beda pula selera. Beda penilaian tentang masakan Dan coba
pikirkan, manfaat apa sih gerangan yang kita peroleh sebenarnya jika kita
membiarkan orang-orang lain mencicipi masakan kita? Pujiankah? Elusankah?
Cemoohankah? Apa pun itu, semuanya takkan pernah mampu membantu apa-apa untuk menyelesaikan
perkara dapur kita.
Bila kita sedang belajar setia, jangan sekali-kali membuka celah untuk
orang lain di hati kita. Secara tidak sadar bila kita memasak di ruang tamu,
itu hakikanya membuka celah lebar bagi seseorang yang masih menaruh hati kepada
kita. Tiba-tiba dia akan memberikan perhatian baru untuk kita. Puisi yang lebih
baru. Dan pokoknya hal yang baru-baru akan di tampilkan. Dan sifatnya manusia
pada umumnya, kita akan lebih tertarik pada "hal baru".
------
Kata pak Edi Akhiles, “sekali kata terlontar, sekali ludah terjatuh ke
tanah, sungguh ia takkan pernah mampu dikembalikan oleh mulut kita sendiri
sebagai pemilik sahnya. Maka pilih dan pilahlah dengan sangat hati-hati,
kendati dada kembang-kempis menahan gemuruh durja, di mana tempat paling pas
untuk memasak sesuatu, lalu menikmati cita-rasanya, lalu pulas kemudian.”
0 komentar:
Posting Komentar