Rabu, 17 Juni 2015

Dewasa Kelas Pemula

Sumber gambar: kaskus.co.id


Betapa banyak orang yang sudah berumur 16 tahun keatas yang menurut undang-undang sudah dikatakan “dewasa” masih berperilaku seperti halnya anak kecil yang masih duduk di bangku playgroup.
Anak kecil biasanya senang saat diberi permen yang bentuknya menggiurkan lidah, penuh warna-warna, tanpa pernah peduli jika permen itu ternyata beracun. Padahal orang tuanya sudah memberitahu bahwa permen itu hanya nampak luar saja yang indah. Dalamnya berisi racun, narkoba, sabu-sabu dan seabrek bahan berbahaya yang bisa saja sekali tenggak nyawa melayang.
Lha piye, namanya juga anak kecil. Dikatakan belum dewasa, karena cara berpikirnya terlalu sempit. Yang hanya melihat apa yang tampak di depan mata. Celaka belakangan urusannya belakangan.
Contoh lain, generasi muda kita, terutama anak SMA yang sekarang sepertinya anak SMP juga sudah mulai berani merayakan kelulusan dengan corat-coret baju, pesta miras dan sabu. Malahan, pada bulan April yang lalu, sebuah EO mau mengadakan sebuah “pesta bikini” untuk merayakan kelulusan SMA. Alamak, makin gila jaman ini. Tanpa peduli efek buruk yang akan ditimbulkan kemudian hari. Karena ya, itu tadi, cara berpikirnya terlalu sempit. Yang hanya melihat apa yang tampak di depan mata.

Apakah sumber daya manusia dengan mindset yang demikian bisa dibenarkan? Tentu saja tidak. Apapun alasannya.
Menjalani hidup di dunia ini perlu kedewasaan dalam berpikir. Perlu banyak baca. Yang tersurat maupun yang tersurat. Apa yang tampak dihadapan mata, bisa saja menipu. Manusia yang cerdas, tak mungkin tertipu oleh nafsu duniawi yang hanya sesaat. Yang hanya manis di lidah.
Maka dari itu agama mengajarkan, bahwa bila memandang sesuatu harus dengan pandangan hikmah. Memandang yang tak sekedar memandang. Memandang dengan penuh perhatian dan perenungan. Kiranya yang terjadi itu adakah hal yang berguna untuk diri dalam menjalani kehidupan dunia ini. Adakah bermanfaat bagi kehidupan kelak di akhirat.
Baik keberuntungan maupun kesengsaraan hidup, sama-sama mengandung hikmah ilahi yang pasti menjanjikan kebaikan. Selalu ingatlah Allah. Sandarkan selalu apapun yang kiata lakukan dan rasakan kepadaNya. Karena tak sedikit nasib buruk kemudian malah membawa keberuntungan. Tak jarang pula, keberuntungan yang ternyata malah berakhir tragis.
Syekh Ibnu Athaillah As Sakandary dalam kitab Al Hikamnya menyindir pola pikir yang salah dari manusia, bahwa mereka membangun cara pandang dari kaca mata lahirnya saja. “Jika engkau senang ketika diberi nikmat duniawi, atau sedih saat diterpa cobaan hidup, itu berarti engkau belum dewasa dalam menghamba.”
Jleb!
Itu kita. Termasuk saya pula.
Mayoritas manusia (saya termasuk) menyimpulkan makna kehidupan dari pengalaman hidup yang pernah mereka rasakan. Sama sekali tak menyentuh inti hidup.
Jika kehidupan yang dijalani terasa enak, nyaman, hati tentram, dompet tebel, badan sehat, berarti itulah keberuntungan, itu nikmat. Namun, bila ternyata tak menyenangkan, berarti ia adalah kutukan. Menuduh kalau Allah berbuat tak adil. Ngeluhnya seperti tiada kata lelah. Beuh.
Kedua mindset itu tadi berimplikasi negatif, sebab hanya mengandalkan pengalaman hidup. Usahanya sendiri. “Aku”-nya diunggulkan. Sama sekali takdir Allah tak ikut dalam perhitungannya.
Yang pertama mencerminkan hidup yang menjanjikan; segala kebutuhan terpenuhi; setiap keinginan tersalurkan. Hidup itu menyenangkan. Pola pikir atau mindset seperti ini sebenarnya telah disinggung dalam QS Yunus 10:58. Silahkan cari dan baca sendiri ayatnya. Rasah manja!
Adapun yang kedua, mencerminkan kehidupan serba melarat; kebutuhan primer sulit di dapat; keinginan untuk hidup sejahtera tak terpenuhi. Mindset ini pun telah disinggung dalam QS al-Baqarah 2:155-156. Iya, bener, cari sendiri. Heuheu.
Nah, seandainya dua pola berpikir ini diterapkan apa adanya dalam mengarungi hidup kita ini, berarti pastinya kita belum dewasa menjalani kehidupan.
Makanya, dua ayat yang disinggung tadi harusnya di filter dengan ayat ini, QS al-Baqarah 2:216. Tak perlu saya perintah lagi kan?
Allah yang menciptakan manusia, berarti Allah juga penentu nasib mereka. Dia-kan maha baik ndak mungkin berbuat keji seperti ibu asuhnya Angeline.
Tanamkan dalam hati kita: bahwa setiap takdir Allah pasti baik. Allah Maha Baik; Allah juga cinta pada manusia yang baik. Semua hal jika di niati baik, pasti akan membuahkan hasil yang baik pula.
Kanjeng Nabi Muhammad SAW paring sabdo, “Jalani aktivitas anda dengan niat baik, sebab hasil yang baik ditentukan oleh niatan yang baik pula.”
Selalu optimis menjalani hidup. Husnudzon dibanyakin. Husnudzon pada manusia, lebih-lebih Husnudzon  pada Allah. Tak ada kata gagal dalam kamus motivasi kehidupan ini, apalagi jika anda adalah seorang muslim. Sebab, takdir baik Allah selalu menyertai setiap muslim. Di dunia maupun di akhirat kelak.

Sukoharjo, 17 Juni 2015
Adziz bin Gino
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar