Rabu, 29 April 2015

Intropeksi Pikiran

Hari memang selalu bergerak maju, tiada cerita akan mundur kebelakang. Begitu pun umur kita ini. Sudah sepantasnya memang selalu akan bertambah.
Wajah yang dulunya mulus. Bersih. Tiada lekukkan sana sini. Perlahan namun pasti, satu demi satu lekukan itu akan muncul seiringan dengan bertambahnya usia.
Mungkin, yang pasti, setiap lekukkan yang muncul itu adalah sebuah torehan pengalaman yang berharga. Yang memberi pengetahuan, ilmu dan juga rasa dalam menjalani kehidupan ini. Yang membentuk diri kita saat ini.

Kamis, 23 April 2015

Gerutu Singkat



Hanya secangkir kopi yang menemaniku menyusuri malam yang begitu kelam ini. Hah. Betapa tidak kelam coba. BBM muk contreng. Perut laper. Padahal paginya rencana mau puasa Rajab.
Bajindulnya lagi, sudah susah payah menerjang tirai hujan. Beli dua bungkus mie instan. Sudah aku persiapkan semua: sebungkus mie instan yang sudah kubuka, sebungkus lagi aku simpan untuk sahur. Aku ambil sedikit mie yang tercecer, lalu ku-klethusi sambil merajang cabe rawit, membersihkan telor, menyiapkan mangkuk.. Lalu klek! Ceklek! Ceklek! Pukimaaaaak! Gas habis! 
Dengan wajah seperti kedelai bego, mie instan aku makan metah sambil menyimpan rasa gontok. Ditambah lagi mangkelnya hati karena BBM masih saja istiqomah contreng. Munyuk!

19 April 2015

Selasa, 21 April 2015

EYANG R.M PANJI SOSROKARTONO

Eyang R.M Panji Sosrokartono



SEJARAH TENTANG EYANG R.M PANJI SOSROKARTONO, KAKAK DARI RA.KARTINI, SEORANG SUFI DARI JAWA YG SANGAT INTELEKTUAL MEMAHAMI 17 BAHASA,BELIAU JUGA YG MENYUSUN KITAB TASAWUF BERNAMA ALIF, GURU IR.SOEKARNO,GURU BANGSA



Kaum bangsawan di Belanda menjulukinya Pangeran dari Tanah Jawa. Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, selama 29 tahun, sejak 1897, mengembara ke Eropa. Ia bergaul dengan kalangan intelektual dan bangsawan di sana. Mahasiswa Universitas Leiden itu kemudian menjadi wartawan perang Indonesia pertama pada Perang Dunia I.
Di Indonesia, Sosrokartono mendirikan sekolah dan perpustakaan. Ia juga membuka rumah pengobatan Darussalam di Bandung. Tempo menelusuri jejak sang intelektual dan spiritualis ini dari orang-orang yang pernah bersinggungan dengan Sosrokartono, juga dari berbagai bukunya, termasuk surat- surat Kartini dan adik-adiknya, dan dari naskah pidatonya yang masih tersimpan di Leiden.
Selama 29 tahun ia hidup melanglang Eropa. Di Bandung ia mendirikan perpustakaan, rumah pengobatan, dan dicap komunis. FOTO hitam putih seukuran kartu pos itu masih ia simpan rapi. Saat itu Kartini Pudjiarto masih delapan tahun. Ia bersama ibunya RA Siti Hadiwati dan kakeknya PAA Sosro Boesono berfoto bersama RM Panji Sosrokartono di rumah pengobatan Darussalam di Jalan Pungkur 7, Bandung, milik Sosrokartono.
Sosrokartono (1877-1952) adalah adik kandung Boesono. Keduanya adalah kakak RA Kartini, pahlawan emansipasi wanita yang setiap tanggal 21 April selalu dirayakan di seluruh pelosok Indonesia. Mereka adalah anak Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat untuk periode 1880-1905 dari perkawinannya dengan Ngasirah. Pasangan ini memiliki delapan anak.

Sabtu, 18 April 2015

Kasih



Kasih...
Semalam diriku seperti tiada dihinggapi rasa kantuk. Mata terbelalak lebar. Hasrat ingin sedikit terpejam serasa telah sirna.
Bibirku senantiasa tersenyum sumringah. Terbayang aku seseorang yang wajahnya tak nampak dihadapanku namun hadirnya begitu terasa menggumpal di hatiku.
Setangkup bingkai wajah telah khatam aku mengenalinya. Yang setiap saat bingkai wajah ini selalu kupandangi. Ya, selalu.
Membayangkan seseorang yang aku tiada bosan mengajaknya bicara lewat telephone walau semalaman suntuk. Jika kupandangi selalu bingkai wajahnya, entah kenapa sosoknya seolah-olah nyata ada di depanku. Tepat di hadapanku. Menatap tajam matanya melesat tepat ke mataku.

Secuil Tentang Janji



Pernah tidak sih kalian merasa tenang-tenang saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa, padahal baru saja kalian tidak memenuhi janji yang telah kalian lontarkan pada orang lain karena sesuatu hal. Yang ndilalah orang yang kalian lontari janji itu tak pernah menanyakannya atau pun mengungkit-ungkitnya?

Bukankah lebih bijaknya, ya, minimal memberikan klarifikasi sebelum tet waktu pas janji itu mestinya kita ada atau datang. Atau, secuil klarifikasi sesudah waktu tet janji itu terlewat.

Kita tidak pernah tahu pasti apa yang menyebabkan orang yang kita lontari janji itu tidak pernah menanyakan atau mengungkit-ungkitnya. Tapi, mbok ya ada rasa perkewuh sedikitlah. Grundel kenapa janji itu tidak terpenuhi itu pasti lho. Lha wong terlambat sedikit saja kita disuruh lari keliling lapangan oleh guru kita waktu sekolah. Heuheu.

Jumat, 17 April 2015

Secuil Tentang Tulisan



Kenapa saya lebih memilih berkara lewat tulisan daripada lukisan atau bentuk visual lainnya. Yah, karena tulisan lebih to the point. Menjurus. Tidak bertela-tele, leda lede. Macam siput berjalan namun di ikat cangkangnya pada tiang. Huaaaa, ok ini lebay.
Tulisan saya pilih karena keaslian perasaan penulisnya benar-benar berasa. Maksud dan tujuan tulisan lebih mudah di cerna untuk semua kalangan. Bahkan untuk orang-orang seperti saya yang masih begitu pekok. Lebih mudah rasanya menerjemahkan isi tulisan daripada menerjemahkan isi lukisan.
Kita tengok kebelakang, bagaimana orang-orang terdahulu begitu dikenal namannya, walaupun banyak diantara beliau-beliau hidup di jaman yang belum terjamah oleh kamera. Masih sedikit yang bisa melukis, atau memang beliau tidak mau dilukis.

Kamis, 16 April 2015

In My Arogant Opinion


Ngumpul bareng (sumber: hipwee.com)
Pernahkah kalian dimintai tolong atau ditanya sama kekasih (atau mantan) dari temanmu, tentang apa aja, layaknya mata-mata, atau malaikat penolong (at least he/she thinks so)? Pertanyaan yang diajukan, kira-kira, begini,
“Dia ngapain aja selama aku jauh dari dia?”,
“Bantuin aku balikan sama dia dong!”, dan sebagainya. Intinya, nanya-nanya tentang dia yang terkasih.
 Kadang bingung, kan, kalau ditanya kayak gitu?! Aku pernah mengalami hal kayak gitu beberapa kali. Mau tahu jawabanku? Mau nggak mau, kamu tetep akhirnya tahu kalau baca ini, huahahaha (ketawa setan)!!!

Selasa, 14 April 2015

Awal Bermula



Prolog
Aku sangat menyukai senyum dan suaranya yang masih memberi ruang di sisi hatinya bagi laki-laki yang rapuh dan kalah. Pernah aku ceritakan kepada gadis berpipi dengan size agak sedikit berlebih itu, riwayat kisah perjalanan cintaku yang tak kunjung mulus.
Dan kini kuulangi kembali. Bukan untuk mengingat-ingat mantan. Bukan! Namun ini sekedar mengingatkan betapa beruntungnya diriku, yang oleh Tuhan dikenalkan dengan gadis berpipi dengan size agak sedikit berlebih itu. Ihirr.
Dalam hitunganku, setidaknya aku pernah tiga kali kalah dalam menjalani kisah cinta. Kalah total. Berantakan. Berserakan. Mulai dari diputus dengan alasan konyol. Ada pula yang sudah bersanding denganku namun sempat-sempatnya kangen sama mantannya. Untuk ukuran lelaki normal, seorang gadis yang telah dia yakin mencintainya. Jangankan dekat dengan mantannya lagi, lha wong dengan kawannya sendiri pun bisa cemburu gila kalau dari awal tiada penjelasan.

Senin, 13 April 2015

ISYFA’LANA YA RASULULLAH



Malam telah benar-benar sempurna, merata di muka tanah. Tak banyak suara binatang malam terdengar kali ini. Hanya suara kodok bersautan sana-sini. Bergembira karena dari lepas Isya’ tadi sampai pukul 22.00 tetes hujan terakhir baru saja mendarat di muka tanah.
Duduk bersila aku bersanding dengan setangkup senyum gadis berpipi tembem dan cangkir kopi bergambar kodok pemberiannya.
Yang sebenarnya pada malam ini setelah melakoni segala rutinitas hari ini aku ingin segera mendekam di peraduanku. Namun entah mengapa, ada membisikkan untuk aku menuliskan sebuah cerita. Bukan cerita tentang siapa-siapa. Cerita tentang apa yang pernah ku alami sendiri.
Malam makin larut, sebaiknya segera ku mulai untuk menuliskannya. Semoga berkah, dan dapat menjadi teman menyusuri malam pembaca sekalian.
Aamiin.

Sabtu, 11 April 2015

aSurat Cinta, Untuk Sahabatku



Surat cinta, untuk sahabatku.
Diusia kita yang sudah merangkak sedikit demi sedikit ke kepala 3 ini. Sudah saatnya aku menekankan nasehat ini untuk aku sendiri dan kepada sahabat aku yang teramat aku sayangi, yaitu si Catur dan kang Dodo untuk sedikit memilah waktu.
Jujur ini aku tulis karena keprihatinan aku yang mendalam terhadap rutinitas yang terlalu menguras waktu kita. Yang mengakibatkan banyak sekali waktu yang terbuang untuk satu rutinitas saja. Hingga lenyap apa-apa yang sebetulnya juga perlu dipikirkan kelak.
Aku tekankan sejak awal pula, disini aku membahas secara manusiawi. Bukan sok jadi ustadz atau sok agamis. Karena itu masih keduwuren bro! Yang ringan ringan dulu aja dah.
-------

Kamis, 09 April 2015

Masih Belajar Juga




Aku memang sangat menyukai bila duduk termenung di malam yang senantiasa menorehkan kesunyian. Begitu kelam. Serasa mati. Dengan secangkir kopi dan beberapa batang lintingan tembakau, telah siap aku bercinta dengan suasana sunyi malam.
Saat kuhisap dalam-dalam lintingan tembakau, sejenak aku teringat keluhnya di kolong chat facebook, “Ya, saat kamu menceritakan tentang kita. Mungkin aku hanya bisa memutar video di ingatanku dan tersenyum karenanya, belum bisa mengungkapkan dengan indah seperti tulisanmu itu.”
Ah, masih saja dia pikirkan hal itu. Aku pun sebetulnya juga masih belajar. Kalau di sekolah, mungkin aku masih duduk di kelas 1 SD. Belajar mengenal abjad dan belajar mengeja kata. Keinginanku untuk bisa menulis lebih baik dari ini begitu besar. Mungkin itu yang menyebabkan guru imajinasiku menaikkan aku ke kelas 4. Belajar tentang membuat kalimat yang hidup. Lengkap dengan S, P, O, K-nya. Bukan frase. Frase itu menjemukan. Berkata tanpa kejelasan. Itu frase. Namun kalau untuk penegas suasana halal digunakan.
Ya, sedikit demi sedikit. Asal istiqomah. Bismillah.

Rabu, 01 April 2015

Sampai Saat Pertemuan Diatur




Aku dengar dari senandung angin malam dan gemericik air hujan, "Oh rasa cinta, bersabarlah, menantinya". Adakah itu pesanmu, kekasih?
Aku dengungkan ditelingaku, "rindu bukanlah hal yang mudah luntur. Inshomia abadi menimpanya. Dia enggan menutup mata. Selamanya. Sampai saat pertemuan diatur, beginilah adanya rindu. Kepadamu kekasih. Kepadamu."
Seharusnya para pujangga membuat satu kata baru lagi. Yang bisa menjelaskan benar-benar tentang perasaanku saat ini. Satu kata diatas kata sayang. Yang lebih dari kata cinta. Karena kata cinta saja, belum mampu menerjemahkan apa yang ada didalam hati ini.
Bisakah? Ah, aku pun tak tahu.