Nasab Sayyidina Syekh Abu Bakar bin Salim Ra
As-Syekh Al Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman
As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam
muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin
Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad
Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina
Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin
Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin
Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu
‘Anhum Ajma’in.
Syeikh Abubakar bin Salim dilahirkan pada tanggal 13 Jumadil Akhir 919 H di kota Tarim, Yaman. Ia tumbuh dewasa menjadi seorang tokoh sufi yang masyhur sekaligus seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya.
Syeikh Abubakar bin Salim dilahirkan pada tanggal 13 Jumadil Akhir 919 H di kota Tarim, Yaman. Ia tumbuh dewasa menjadi seorang tokoh sufi yang masyhur sekaligus seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya.
Ayahandanya adalah Habib Salim bin Abdullah bin Abdurrahman
bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf
sedangkan Ibunda beliau adalah Syarifah Thalhah binti
Agil bin Ahmad bin Abubakar As-Sakron bin Abdurrahman Assegaf.
Jauh sebelumnya, kelahiran beliau telah banyak diramalkan oleh para wali terkemuka, diantaranya adalah Al-Imam Ahmad bin Alwi yang tinggal di daerah Maryamah, sekali waktu beliau datang ke Inat dan ia duduk di sebidang tanah yang pada waktu itu hanya berupa semak belukar dan bebatuan. Ia berhenti sejenak di tempat tersebut dan berkata kepada masyarakat yang hadir waktu itu, “Akan lahir salah seorang anak kami yang akan mempunyai keagungan dan ia akan tinggal di tempat ini”. Selanjutnya ia berjalan berkeliling kota Inat sambil sesekali menunjukkan tempat-tempat yang kelak berkaitan dengan Syeikh Abubakar bin Salim, ia menunjukkan tempat yang akan dibangun masjid oleh Syeikh Abubakar dan ia sempat shalat disana, ia juga menunjukkan tempat dimana Syeikh Abubakar akan membangun rumah.
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi meriwayatkan bahwa wali lainnya yang telah meramalkan keberadaan Syeikh Abubakar adalah Habib Muhammad bin Ahmad Jamalullail, ia berkata, “Akan ada disini (Inat) salah seorang dari anak-anak kami yang akan termasyhur dengan keagungan dan kewalian, dan Qubahnya akan berada dan didirikan di kota ini”.
Sejak kecil Syeikh Abubakar bin Salim telah
menunjukkan tanda-tanda bahwa kelak ia akan menjadi orang yang memiliki
kemuliaan. Pernah pada suatu kesempatan Syeikh Faris Ba Qais bersama para
muridnya pergi ke Tarim. Ikut dalam rombongan Syeikh Faris 300 pemegang rebana
yang mengiringi perjalanan itu dengan tabuhan rebananya. Setibanya di Tarim ia
bersama pengikutnya mengunjungi Habib Syeikh Al-Idrus. Keesokan harinya Syeikh
Faris berniat untuk menziarahi makam Nabi Hud AS, ia berkata kepada sejumlah
habib, “Wahai habaib, kami membutuhkan seorang pengantar darimu, terus terang
kami takut jika dalam perjalanan nanti ilmu kami dicuri orang”. Para Habib
menyanggupi, “Jangan khawatir, kami cukup mempunyai banyak orang berilmu
disini, lagi pula mencuri ilmu bukanlah kebiasaan kami”. Mulailah Syeikh Faris
mencari orang yang dianggap mampu mengawal dia dan para pengikutnya, sampai
akhirnya ia melewati Syeikh Abubakar bin Salim yang saat itu masih berusia 4
tahun, sedang bermain-main di jalan bersama teman sebayanya. “Aku pilih anak
ini”, kata Syeikh Faris sambil menunjuk si kecil Abubakar bin Salim. Para habib
segera menjawab, “Anak kecil ini mana pantas mengawalmu?”. Syeikh Faris
berkata, “Aku adalah tamu kalian dan aku hanya menginginkan anak ini”. Para
habib kemudian mendatangi ibu Syeikh Abubakar bin Salim dan mengabarkan
persoalan yang mereka hadapi. Ibunya berkata, “Anak ini masih kecil, cari saja
yang lain”. Mereka menjawab, “Syeikh Faris hanya menginginkan anakmu”. Akhirnya
sang ibu memberikan izin.
Syeikh Abubakar kemudian digendong oleh pelayannya, Ba Qahawil, untuk mengawal Syeikh Faris dan rombongannya. Syeikh Umar Ba Makhramah, seorang wali Allah, yang ikut dalam rombongan Syeikh Faris memegang kepala Ba Qahawil sambil melantunkan syair yang diawali dengan bait-bait berikut:
Semoga Allah membahagiakan temanmu, hai Ba Qahawil pohon kurma apa ini, masih kecil sudah berbuah Mereka menanamnya di waktu Dhuha dan sudah memanennya di waktu senja.
Kemudian Syeikh Umar mengusap kepala Syeikh Abubakar
bin Salim sambil meneruskan syairnya:
Wahai emas sejati, dengan pandangan-Nya Allah memeliharamu semua lembah yang luas menjadi kecil dibanding lembahmu.
Masa muda Syeikh Abubakar bin Salim dipenuhi dengan rutinitas pendidikan, selain didikan orang tuanya, juga tercatat beberapa ulama besar yang menjadi gurunya, antara lain, Syeikh Umar Basyeiban Ba’alawi, Syeikh Abdullah bin Muhammad Baqusyair, Syeikh Muhammad bin Abdullah Bamakhramah, Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab, Syeikh Makruf Bajamal dan Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah.
Pada suatu ketika Syeikh Abubakar berniat belajar
kepada salah seorang gurunya, Syeikh Makruf Bajamal yang tinggal di kota
Syibam. Namun ia terpaksa berhenti di pinggir kota, karena Syeikh Makruf
Bajamal belum berkenan menemuinya. Setiap kali dikatakan kepada Syeikh Makruf,
“Anak Salim bin Abdullah meminta izin untuk menemuimu.” Jawabnya selalu,
“Katakan kepadanya bahwa aku belum berkenan menerimanya”, meskipun ayah beliau
adalah seorang yang dihormati karena kesalehannya. Syeikh Abubakar bin Salim
tetap bersabar di bawah teriknya matahari dan dinginnya angin malam. Ia
menguatkan hati dan mengendalikan nafsunya demi memperoleh asrar.
Baru setelah lewat 40 hari ia menerima kabar bahwa Syeikh Makruf bersedia menemuinya. Syeikh Makruf hanya memerlukan beberapa saat saja untuk menurunkan ilmu kepadanya. Sewaktu keluar dari kediaman Syeikh Makruf, ia mendapati sekumpulan kaum wanita yang mengelukan-elukan kedatangannya, “Selamat wahai Ibnu Salim, selamat wahai Ibnu Salim.” Mereka berbuat demikian dengan harapan mendapatkan sesuatu darinya. Iapun segera menyadari hal ini dan kemudian mendoakan agar mereka mendapatkan suami yang setia. Menurut Habib Ali hingga saat ini kaum wanita Syibam memiliki suami yang setia. Ketika Habib Ali ditanya, “Apakah Syeikh Ma’ruf juga termasuk salah satu dari guru-guru Syeikh Abubakar bin Salim?” Ia menjawab, “Ya, akan tetapi beliau kemudian mengungguli syeikhnya”.
Syeikh Abubakar bin Salim mempelajari Risalatul Qusyairiyah yang sangat terkenal dalam dunia tasawuf di bawah bimbingan Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah. Disebutkan dalam Kitab Tadzkirun Naas, sekali waktu Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas shalat ashar di masjid Syeikh Abdul Malik Baraja di Kota Seiwun, ia menunjukkan sebidang tanah sambil berkata : “Ini adalah sebidang tanah yang mana pernah terjadi satu peristiwa antara Syeikh Umar Bamakhramah dan Syeikh Abubakar bin Salim. Tatkala itu Syeikh Abubakar sedang belajar dan membaca kitab tasawwuf yang terkenal Risalah Al-Qusyairiyah, tatkala sedang membahas kekeramatan para wali, Syeikh Abubakar bin Salim bertanya kepada gurunya “Kekeramatan itu seperti apa ?”, dijawab oleh Syeikh Umar, “Contoh kekeramatan itu adalah engkau tanam biji kurma ini kemudian ia langsung tumbuh dan berbuah pada saat itu juga” Kemudian Syeikh Umar yang kala itu memang sedang memegang biji kurma, melemparkan biji kurma tersebut ke tanah dan kemudian langsung tumbuh dan berbuah, sehingga orang-orang yang hadir saat itu dapat memetik dan memakan buahnya. Orang-orang yang hadir pada saat itu berkata pada Syeikh Abubakar bin Salim “Kami menginginkan lauk pauk darimu yang ingin kami makan bersama kurma ini”. Tersirat dalam perkataan ini seolah-olah mereka bertanya kepada Syeikh Abubakar apakah ia mampu melakukan seperti yang telah dilakukan oleh Syeikh Umar. Lalu Syeikh Abubakar bin Salim berkata, “Pergilah kalian ke telaga masjid, lalu ambillah apa yang kalian temui disana”. Kemudian mereka pergi ke telaga masjid dan mendapati ikan yang besar disana. Lalu mereka ambil dan makan sebagai lauk pauk yang mereka inginkan.
Kegemaran Syeikh Abubakar bin Salim dalam menekuni ilmu pengetahuan dibuktikannya dengan menghatamkan Ihya’ Ulumuddin-nya Hujjatul Islam Al-Ghazali sebanyak 40 kali dan menghatamkan kitab fiqih syafi’iyah, Al-Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali. Dan diantara kebiasaannya adalah memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jumat.
Diantara ibadah dan riyadohnya, pernah dalam waktu
yang cukup lama ia berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma yang masih hijau.
Juga selama 90 hari ia berpuasa dan sholat malam di lembah Yabhur dan selama 40
tahun beliau sholat subuh di Masjid Baa Isa, di kota Lisk, dengan wudhu Isya.
Setiap malam ia berziarah ke tanah pekuburan Tarim dan berkeliling untuk
melakukan sholat di berbagai masjid di Tarim diakhiri dengan sholat Subuh
berjamaah di masjid Baa Isa. Sepanjang hidupnya ia berziarah ke makam
Nabiyullah Hud sebanyak 40 kali. Setiap malam, selama 40 tahun, ia berjalan
dari Lisk menuju Tarim, melakukan sholat di setiap masjid di Tarim, mengusung
air untuk mengisi tempat wudhu, tempat minum bagi para peziarah, dan kolam
tempat minum hewan. Dan sampai akhir hayatnya sang Syeikh tidak pernah
meninggalkan sholat witir dan dhuha.
Berbeda dengan para wali di Tarim yang hampir semuanya menutupi hal (keadaan) mereka, Syeikh Abubakar bin Salim mendapatkan perintah agar ia meng-izhar-kan (menampakkan) kewaliannya. Pada awalnya ia sendiri merasa enggan dan ragu, sampai akhirnya hal ini sampai kepada gurunya, Al-Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab. Ia manyatakan, “Tidaklah maqam-nya Syeikh Abubakar bin Salim akan berkurang dengan nampaknya kewalian yang dimilikinya, karena kalimat Bismillah telah diletakkan di setiap perkataannya. Dan sungguh tidak berkurang sama sekali kadar maqam kewalian dikarenakan masyhurnya beliau, terkecuali seperti berkurangnya satu biji dalam makanan”. Tatkala perkataan guru beliau ini disampaikan kepadanya, Syeikh Abubakar bin Salim melakukan sujud syukur kepada Allah SWT dan berkata, “Aku merasa cukup dengan isyarat pengukuhan ini, sebagai lambang kemegahan dan keagungan yang diberikan Allah SWT”.
Setelah kejadian itu, ia berangkat dari Inat menuju Tarim untuk berziarah dan berjumpa dengan guru beliau tersebut, maka setelah sampai gurunya bertanya, “Bagaimanakah bentuk isyarat yang telah engkau terima ?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya telah datang kepadaku serombongan pemuka kaum Ba’alawi dan bersama mereka ada Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, mereka semuanya memerintahkan kepadaku agar aku mengizharkan diriku. Bagaimanakah pandangan anda sendiri ?. Apakah saya dilarang ?. Sesungguhnya diriku sendiri kurang menyukai kemasyhuran ?”. Setelah mendengar perkataan beliau, gurunya diam sesaat dan setelah itu ia berbincang dengan Syeikh Abubakar bin Salim dengan perkataan yang tidak dipahami oleh orang yang hadir kala itu, kemudian gurunya berwasiat kepada Syeikh Abubakar dengan beberapa wasiat dan memerintahkan beliau untuk pulang dan menetap di kota Inat. Pulanglah Sang Syeikh ke Kota Inat, dan disanalah ia kemudian termasyhur. Namanya yang harum semerbak dikenal di seluruh penjuru negeri. Cahaya ilmu dan kemuliaannya berkemilau menerangi orang-orang yang berjalan di jalan Allah SWT. Ia hidupkan kota Inat dengan ilmu. Manusia datang dari berbagai pelosok daerah guna menuntut ilmu darinya sehingga Inat menjadi kota yang ramai oleh pencinta ilmu. Murid-murid beliau datang dari berbagai kota di Yaman dan mancanegara, antara lain Syam, India, Mesir dan berbagai negara lainnya. Diantara beberapa muridnya yang terkenal adalah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, Shohibus Syiib, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Jufri, Habib Muhammad bin Alwi, Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany, Syeikh Hasan Basyaib serta beberapa murid lainnya.
Demi kepentingan pendidikan dan pengembangan dakwah, ia mendirikan sebuah masjid dan membeli tanah pekuburan yang luas. Al-Mualim Ahmad bin Abdurrahman Bawazir berkata, “Ada satu kisah yang diriwayatkan dari Al-Mualim Abdurrahman bin Muhammad Bawazir yang ia terima dari beberapa orang arifin, Beliau berkata, “Sesungguhnya tatkala Sayyidina Syeikh Abubakar bin Salim mendirikan masjidnya yang masyhur di Kota Inat, beliau berkata kepada orang yang sedang membangunnya dikala itu yaitu Ibnu Ali sambil menunjuk satu dinding yang baru didirikan, “Dinding yang didirikan ini tidak akan dimakmurkan oleh orang-orang, kami menginginkannya agar sedikit maju”. Ibnu Ali menjawab, “Ya Sayyidi yang engkau inginkan adalah kemaslahatan tetapi bagaimanakah kami akan merubahnya lagi, karena dinding ini sudah terlanjur didirikan di tempat ini”. Syeikh Abubakar yang saat itu sedang memegang tongkat memukul dinding tersebut, maka dengan izin Allah SWT dinding tersebut berpindah tempat dari tempatnya semula sampai pada tempat yang diinginkan olehnya”.
Penduduk Inat sangat mencintai Syeikh Abubakar, hal ini antara lain dikarenakan keluhuran budi pekerti yang dimilikinya. Beliau merupakan seorang dermawan yang suka menjamu tamu. Jika tamu yang berkunjung banyak, maka ia memotong satu atau dua ekor onta untuk jamuannya. Karena sambutan yang hangat ini, maka semakin banyak orang yang datang mengunjunginya. Dalam menjamu dan memenuhi kebutuhan para tamunya, ia tidak segan-segan untuk turun tangan sendiri. Mereka datang terhormat dan pulang pun dengan terhormat. Dalam kesehariannya, ia mengeluarkan sedekah sebagaimana orang yang tidak takut jatuh miskin, setiap hari ia membagikan seribu potong roti kepada fakir miskin.
Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat tawadhu, tidak ada seorang pun yang pernah melihatnya duduk bersandar ataupun bersila. Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Ba Wazir, seorang yang faqih, berkata, “Selama 15 tahun sebelum wafatnya, di dalam berbagai majlisnya, baik bersama kaum khusus ataupun awam, Syeikh Abubakar bin Salim tidak pernah terlihat duduk, kecuali dalam posisi duduknya orang yang sedang tasyahud akhir”.
Semasa hidupnya beliau selalu membaca wirid-wirid
tarekat, dan secara pribadi, ia mempunyai beberapa wirid dan selawat. Antara
lain sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut Hizb al-Hamd wa al-Majd
yang ia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu
adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh
Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram tahun 992 H.
Selain menyusun wirid dan selawat, Syeikh Abubakar bin
Salim juga banyak menulis kitab, terutama yang berhubungan dengan masalah
tasawwuf, antara lain Miftah as-Sara’ir wa Kanz adz-Dzakha’ir yang beliau susun
sebelum usianya melampaui 17 tahun. Mi’raj Al-Arwah yang membahas ilmu hakikat.
Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada
tahun 989 H. Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu
hakikat. Ia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam
tahun yang sama tangal 9 Dzulhijjah. Ma’arij At-Tawhid, serta sebuah diwan yang
berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.
Perjalanan kehidupan Syeikh Abubakar bin Salim banyak
dibukukan oleh para ulama terkenal, tidak kurang dari 25 buku yang menceritakan
biografi kehidupan beliau, antara lain Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi
Manaqib As-Syeikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin
Sirajuddin. Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib
Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya’eib. Sayyid
al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-Alawy
mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih
berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya
Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah
As-Seggaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Sholeh bin Abdurrahman Baraja
Al-Khatib.
Banyak dari kitab-kitab tersebut yang mencantumkan kisah kekeramatan Syeikh Abubakar bin Salim. Seperti yang diriwayatkan oleh Faqih Muhammad bin Sirojuddin Jamal Rohimahullah dalam kitabnya Bulughizhofri wal Maghanimi fi Manaqibi As-Syeikh Abu Bakar bin Salim RA. Sesungguhnya aku bermusafir ke negeri India pada bulan Asyura, tahun 973 H dengan naik kapal, sampai akhirnya pada satu tempat yang dikenal dengan Khuril Gari. Pada saat itu sangatlah gelap dan hujan turun sangat lebatnya, dan pada saat itu kapal kami mengalami kerusakan. Dan para penumpangnya merasa kebingungan dan ketakutan sehingga mereka menangisi keadaan mereka. Aku sendiri berdoa kepada Allah SWT dan bertawassul kepada para waliullah. Akupun lalu beristighasah dan bertawajjuh hatiku kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim. Setelah aku bertawassul kepadanya, aku mendengar suara beliau seolah-olah begitu dekat denganku. Lalu aku berdiri dan memberitahukan kepada penumpang bahwasanya telah mendapatkan isyarat dan kabar gembira dalam keadaan yang sangat sulit saat itu. Dan ternyata kamipun diselamatkan oleh Allah SWT dengan kemuliaan Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim.
Juga diceritakan dalam Kitab Insus Salikin Ila Maqomatil Washilin yang dikarang oleh Sayyid Abdullah bin Ahmad Baharun. Didalam kitab tersebut diceritakan kisah dari Umar bin Ali Bamansur. Kami mendapat kabar dari seorang arifin, ia bercerita, tatkala wafat seorang wali besar yaitu As-Syekh Makruf Bajamal di negeri Budhoh, salah satu daerah di Dau’an. Kaum solihin melihat dengan ainul bashiroh mereka ada sungai dengan cahaya yang cemerlang mengalir dari Budhoh. Sungai tersebut mengalir ke Syibam dan memenuhi kota itu dengan cahaya hingga ke Ghurfah dan Tarim, sampai akhirnya ke kota Inat dan terakhir bermuara di hadirat Syeikh Abubakar bin Salim. Dari kabar ini, akhirnya seluruh murid Syeikh Makruf mengetahi bahwa maqam kewalian gurunya telah berpindah kepada Syeikh Abubakar bin Salim. Tertulis di dalam Majmu’ Kalam Al-Habib Ali Al-Habsyi bahwasanya Syeikh Makruf memiliki murid lebih kurang 100 ribu orang.
Pada waktu menjelang wafatnya, Syeikh Abubakar berada di kamar Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany salah seorang murid kesayangannya. Sambil memangku gurunya, Sayyid Yusuf membaca ayat Quran yang berbunyi Falammaa Qodhoo Zaidun Wathoro. Ia membaca ayat ini sebagai isyarat keinginan dari Sayyid Yusuf untuk mewarisi kedudukan kewalian Syeikh Abubakar bin Salim dan bila Syeikh Abubakar bin Salim menjawab dengan Zawwajnaa Kahaa, maka itu adalah isyarat bahwa kedudukan beliau akan diwarisi oleh Sayyid Yusuf, namun Syeikh Abubakar bin Salim tidak menjawab seperti itu, malah ia berkata “Wahai Yusuf, engkau menginginkan kedudukan kami. Sungguh kedudukanku adalah untuk anakku dan kalau sekiranya aku tidak mendapati daripada salah satu anak-anakku yang akan mewarisi kedudukanku, maka aku akan tanam maqam kewalianku ini di padang pasir Inat”. Jawaban beliau ini mengkiaskan bahwa maqam kewalian Syeikh Abubakar bin Salim hanya diwarisi oleh anak-anak beliau. Dan pada malam Ahad, tanggal 27 Dzulhijjah 992 H, Syeikh Abubakar bin Salim berpulang ke rahmatullah. Dengan meninggalkan keturunan yang kelak juga menjadi pemuka kaum Alawiyyin yang meneruskan jejak ayahnya. Beliau dimakamkan di kota Inat, Hadramaut. Di turbah (makam) Syeikh Abubakar bin Salim terdapat pasir atau tanah (katsib) yang sangat termasyhur kemujarabannya bagi orang-orang yang menginginkan keberkahan. Yang termasyhur bahwa tanah ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan oleh karena itulah juga Syeikh Abubakar bin Salim mendapatkan gelar Maula Katsib. Diceritakan oleh Sayyid Abdul Qodir bin Abdullah bin Umar bin Syeikh Abubakar bin Salim, beliau berkata, “Suatu ketika aku dan guruku Al-Arif Billah Ahmad Al-Junaid berziarah ke Inat dan kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim. Sesudah ziarah guruku menginginkan dan mengambil pasir di makam tersebut untuk menyembuhkan luka yang dideritanya pada salah satu kakinya. Dan ia meminta kepada salah seorang daripada keturunan Syeikh Abubakar agar meletakkan pasir tersebut atas luka beliau, dan luka tersebut sembuh dengan seizin Allah SWT.
Selang beberapa waktu setelah wafatnya Syeikh Abubakar
bin Salim, berkumpullah anak-anak beliau untuk mencari dan memilih
Pada riwayat yang lain, diceritakan oleh Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi, “Tatkala Syeikh Abubakar bin Salim wafat, maka setiap anak-anak daripada Syeikh Abubakar bin Salim menginginkan menjadi khalifah menggantikan ayahanda mereka. Maka ibunda mereka berkata, “Kalian semuanya mempunyai keberkahan, akan tetapi siapa yang keramatnya terlihat maka ia akan menjadi khalifah”. Maka anak-anak Syeikh Abubakar bin Salim pergi ke Wadi Inat. Dan mereka membentangkan sajadah masing-masing ditengah Wadi Inat, lalu melakukan shalat serta bermunajah kepada Allah SWT. Tak lama kemudian turun kepada Syeikh Umar Al-Mahdhar bejana dan rantai emas dari langit. Maka Syeikh Umar memanggil saudara-saudaranya, “Apakah kalian mendapatkan sesuatu?”. Mereka menjawab “Tidak”. Maka merekapun menyerahkan kekhalifahan kepada Syeikh Umar, namun kekhalifahan diserahkan dan dipegang oleh Sayyidina Husin. Beliau berkomentar mengenai saudaranya Syeikh Umar Al-Mahdhar. “Sesungguhnya aku bersahabat dengan saudaraku Umar Al-Mahdhar dan aku tidak merasa sebagai saudaranya, akan tetapi aku merasa dan menempatkan diriku sebagai pembantu dan murid baginya”.
Pada riwayat yang lain, diceritakan oleh Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi, “Tatkala Syeikh Abubakar bin Salim wafat, maka setiap anak-anak daripada Syeikh Abubakar bin Salim menginginkan menjadi khalifah menggantikan ayahanda mereka. Maka ibunda mereka berkata, “Kalian semuanya mempunyai keberkahan, akan tetapi siapa yang keramatnya terlihat maka ia akan menjadi khalifah”. Maka anak-anak Syeikh Abubakar bin Salim pergi ke Wadi Inat. Dan mereka membentangkan sajadah masing-masing ditengah Wadi Inat, lalu melakukan shalat serta bermunajah kepada Allah SWT. Tak lama kemudian turun kepada Syeikh Umar Al-Mahdhar bejana dan rantai emas dari langit. Maka Syeikh Umar memanggil saudara-saudaranya, “Apakah kalian mendapatkan sesuatu?”. Mereka menjawab “Tidak”. Maka merekapun menyerahkan kekhalifahan kepada Syeikh Umar, namun kekhalifahan diserahkan dan dipegang oleh Sayyidina Husin. Beliau berkomentar mengenai saudaranya Syeikh Umar Al-Mahdhar. “Sesungguhnya aku bersahabat dengan saudaraku Umar Al-Mahdhar dan aku tidak merasa sebagai saudaranya, akan tetapi aku merasa dan menempatkan diriku sebagai pembantu dan murid baginya”.
Dikisahkan bahwa Sayyidina Husin sekali waktu mendapatkan gangguan dari para pembesar setempat beserta pasukannya, sehingga membuatnya berhijrah ke Mekkah dan Madinah dan menetap disana selama 7 tahun. Pada suatu hari beliau didatangi oleh Nabi Khidir AS dan berkata, “Sesungguhnya datukmu Rasulullah SAW mengucapkan salam atasmu dan memerintahkan dirimu agar segera pulang ke Hadramaut”. Nabi Khidir memberitahukan kepadanya bahwa rasa permusuhan dari musuh-musuhnya akan dihilangkan oleh Allah dan musuh-musuh beliau akan berubah mencintainya. Dan Nabi Khidir memberitahukan kepadanya agar berjalan bersama satu kafilah Arab di Hadramaut. Nabi Khidir juga memberitahukan kepada beliau bahwa kafilah ini akan mempunyai hubungan yang dekat dengan keturunan beliau sampai hari kiamat. Selain itu Nabi Khidir memberikan kepada Sayyidina Husin 3 buah benda, yaitu bejana atau gelas yang besar, tongkat dan gendang. Ketika sang Sayyid pulang, ia mendapati kaum syiah zaidiyah sedang merajalela dan berbuat semena-mena. Lalu beliau memerintahkan agar menabuh gendang yang diberikan oleh Nabi Khidir diatas gunung. Ketika gendang tersebut ditabuh, dengan izin Allah, kaum Zaidiyah yang tadinya berlaku semena-mena tiba-tiba bertingkah seperti orang gila, dan merekapun kabur tercerai berai. Belakangan Imam Ahmad bin Hasan Al-Atthas mengatakan, “Kami telah melihat bejana yang diberikan Nabi Allah Khidir kepada Sayyidina Husein bin Syeikh Abubakar bin Salim beserta tongkatnya ada di Kota Inat”.
Hingga saat ini masih banyak keturunan Syeikh Abubakar bin Salim, disebutkan didalam kitab Mu’jamul Lathief, selain dari jalur Sayyidina Husin juga diantaranya yang terkenal dengan fam Al-Hamid, Bin Jindan, Al-Muhdar dan Al-Haddar. Keluarga Bin Jindan, nasab mereka bersambung kepada Ali bin Muhammad bin Husein bin Syeikh Abubakar bin Salim. Keluarga Al-Hamid, merupakan keturunan dari Al-Hamid bin Syeikh Abubakar bin Salim. Keluarga Al-Muhdhar, keturunan Umar Al-Muhdhar. Syeikh Abubakar bin Salim memberi nama Umar Al-Muhdhar karena ingin mendapatkan berkah Sayyidina Umar Al-Muhdhar bin Abdurrahman As-Seggaf, juga dengan harapan agar anaknya dapat meneladani dan mewarisi ilmu yang dimiliki oleh Umar Al-Muhdhar, seorang arif billah yang amat dikaguminya. Dan keluarga Al-Haddar, yang merupakan keturunan Ahmad Al-Haddar bin Abdullah bin Ali bin Muhsin bin Husin bin Syeikh Abubakar bin Salim.
Karya-karyanya Antara lain:
-
Miftah As-sara’ir wa kanz Adz-Dzakha’ir. Kitab ini beliau karang sebelum
usianya melampaui 17 tahun.
-
Mi’raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada
tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
-
Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat.
Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang
sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
-
Ma’arij At-Tawhid
-
Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan
spiritualnya.
Kata Mutiara dan Untaian Hikmah
Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah
yang terkenal, antara lain:
Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.
Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.
Kedua:
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: “Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami”. Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: “Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami”. Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.
Ketiga:
Tentang persahabatan: “Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka”.
Keempat:
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: “Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum”. Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci”.
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: “Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum”. Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci”.
Kelima:
Engkau tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai (’Ala’iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana’ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.
Keenam:
Benamkanlah wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan terang-benderang. Insya-Allah….! Mengertilah bahawa Tuhan itu tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku’ dan sujud, riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha’ dan qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka”.
Ketujuh:
Orang yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari’at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap ampunan dan pengampunan dari Allah.
Kedelapan:
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.
Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.
Kesepuluh:
Kemenanganmu teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para ‘arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: “40 tahun lamanya Allah menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya”.
Kesebelas:
Semoga Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha’ walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu”.
Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).
Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang
sangat bernilai.
Manaqib (biografi) beliau
Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi
beliau yang ditulis para alim besar.
Antara lain:
-
Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim
karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
-
Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib
‘Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya’eib.
-
Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan
Al-’Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang
masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di
antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin
Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Shalih bin Abdurraman
Baraja’ Al-Khatib.
Murid-murid Utama Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
1. Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Habsy; Shohib Syi’ib
Al-Husaisah.
2. Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Jufri; Shohib
Taris, wafat 1037 H.
3. Sayyid Muhammad bin Alwi; Shohib Al-Muqoy rowiyat.
4. Sayyid Abdurrahman bin Ahmad Al-Biyd, Shohib
As-Syi’ir.
5. Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Al-Hasany Al-Farisy; Shohib
Maryamah; lahir di Maroko, di kota Al-Fasi tahun965 H, wafat di daerah Maryamah
1008 H.
6. Sayyid Al-Hasyb Umar bin ‘Isa Barakwah As-Samarqandy,
Shohib Talqin, wafat di Ghurfah.
7. Syekh Hasan Basya’ib, Shohib Al-Wasitoh.
8. Syekh Ahmad bin Sahl, Shohib Hiytar.
9. Al-faqih Muhammad bin Abdurrahman bin Sirojuddin
Jamal, Shohib Al-Ghurfah.
Demi kepentingan pendidikan dan pengembangan dakwah,
beliau berhijrah ke kota ‘Inat yang terletak tidak jauh dari Tarim. Beliau
mendirikan sebuah mesjid dan membeli tanah pekuburan yang luas. Beliau hidupkan
kota ‘Inat dengan ilmu, yaitu dengan mengajar, mendidik dan membimbing. Manusia
datang dari berbagai pelosok daerah guna menuntut ilmu dari beliau sehingga
‘Inat menjadi kota yang padat penduduknya. Murid-murid beliau datang dari
berbagai kota di Yaman, dan juga dari mancanegara, misalnya: Syam, India, Mesir
dan berbagai negara lainnya.
Beliau RA adalah seorang dermawan yang suka menjamu
tamu. Beliau mengeluarkan sedekah sebagaimana orang yang tidak takut jatuh
miskin. Jika tamu yang berkunjung banyak, beliau memotong satu atau dua ekor
onta untuk jamuannya. Karena sambutan yang hangat ini, maka semakin banyak
orang yang datang mengunjungi beliau. Dalam menjamu dan memenuhi kebutuhan para
tamunya, beliau tidak segan-segan untuk turun tangan sendiri. Setiap hari
beliau membagikan seribu potong roti kepada fakir miskin.
Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat tawadhu,
tidak ada seorang pun yangpernah melihat beliau duduk bersandar ataupun
bersila. Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Baa Wazir, seorang yang faqih, berkata,
"Sejak 15 tahun sebelum wafatnya, di dalam berbagai majlisnya, baik
bersama kaum khusus ataupun awam, Syeikh Abubakar bin Salim tidak pernah
terlihat duduk, kecuali dalam posisi duduknya orang yang sedang tasyahud
akhir."
Karena budi pekerti yang luhur ini, masyarakat sangat
mencintai beliau. Nama beliau menjadi tersohor ke seluruh penjuru dunia. Selain
para muridnya, banyak sekali orang-orang yang datang untuk menimba ilmu dari
beliau. Mereka datang terhormat dan pulang pun dengan terhormat.
"Kamilah raja sejati, bukan yang lain. Demi
Allah, selain kami, tak diketemukan raja lain. Kekuasaan pada raja hanyalah
istilah belaka. Namun mereka bangga dan membuat kerusakan di dunia. Kemuliaan
tanpa Allah adalah kehinaan sejati. Dan merasa mulia dengan Allah adalah
kemuliaan yang hakiki"
Semangatnya dalam Menuntut Ilmu dan Beribadah
Sejak kecil beliau telah hafal Quran. Beliau menuntut
ilmu dari Sayid Umar Ba Syaiban, Al Faqih Abdullah bin Muhammad Baa Makhramah
dan Syeikh Ma’ruf bin Abdullah Ba Jamal As-Syibami Ad-Dua’ni. Beliau
mempelajari Risalatul Qusyairiyah yang sangat terkenal dalam dunia tasawuf di
bawah bimbingan Syeikh Umar bin Abdullah Baa Makhramah.
Beliau gemar menekuni ilmu pengetahuan, sampai-sampai
beliau mengkhatamkan Ihya’ Ulumuddin-nya Hujatul Islam Al-Ghazali sebanyak 40
kali dan mengkhatamkan kitab fiqih Syafi’iyah, Al-Minhaj karya Imam Nawawi
sebanyak tiga kali. Di antara kebiasaan beliau adalah memberikan wejangan
kepada masyarakat setelah sholat Jumat.
Beliau banyak melakukan ibadah dan riyadhoh. Pernah
selama waktu yang cukup lama beliau berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma
yang masih hijau. Selama 90 hari beliau berpuasa dan sholat malam di lembah
Yabhur. Dan selama 40 tahun beliau sholat subuh di Masjid Baa Isa, di kota
Lisk, dengan wudhu Isya.
Setiap malam beliau berziarah ke tanah pekuburan Tarim
dan berkeliling untuk melakukan sholat di berbagai masjid di Tarim, dan beliau
mengakhiri perjalanannya dengan sholat Subuh berjamaah di masjid Baa Isa.
Sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah meninggalkan sholat witir dan dhuha.
Sepanjang hidupnya beliau berziarah ke makam
Nabiyullah Hud sebanyak 40 kali. Setiap malam, selama 40 tahun, beliau berjalan
dari Lisk menuju Tarim, melakukan sholat pada setiap masjid di Tarim, mengusung
air untuk mengisi tempat wudhu, tempat minum bagi para peziarah, dan kolam
tempat minum hewan.
Syeikh Abu Bakar bin Salim adalah syeikh Islam dan
teladan manusia. Pemimpin alim ulama. Hiasan para wali. Seorang yang amat
jarang ditemukan di zamannya. Da'i yang menunjukkan jalan Illahi dengan wataknya.
Pembimbing kepada kebenaran dengan perkataannya. Para
ulama di zamannya mengakui keunggulannya. Dia telah menyegarkan berbagai
warisan pendahulu-pendahulunya yang saleh. Titisan dari Hadrat Nabawi. Cabang
dari pohon besar Alawi. Alim Rabbani. Imam kebanggaan Agama, Abu Bakar bin
Salim Al-'Alawi, semoga Allah meredhainya.
Beliau lahir di Kota Tarim yang makmur, salah satu
kota di Hadramaut, pada tanggal 13 Jumadi Ats-Tsani, tahun 919 H. Dia kota itu,
dia tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh, di bawah tradisi nenek moyangnya yang
suci dalam menghafal Al-Quran.
Orang-orang terpercaya telah mengisahkan; manakala
beliau mendapat kesulitan menghafal Al-Quran pada awalnya. Ayahnya mengadukan
halnya kepada Syeikh Al-Imam Syihabuddin bin Abdurrahman bin Syeikh Ali. Maka
Syeikh itu bertutur: "Biarkanlah dia! Dia akan mampu menghafal dengan
sendirinya dan kelak dia akan menjadi orang besar. Maka menjadilah dia seperti
yang telah diucapkan Syeikh itu. Serta-merta, dalam waktu singkat, dia telah
mengkhatamkan Al-Quran.
Kemudian dia disibukkan dengan menuntut ilmu-ilmu
bahasa Arab dan agama dari para pembesar ulama dengan semangat yang kuat,
kejernihan atin dan ketulusan niat. Bersamaan dengan itu, dia memiliki semangat
yang menyala dan ruh yang bergelora. Maka tampaklah tanda-tanda keluhurannya,
bukti-bukti kecerdasannya dan ciri-ciri kepimpinannya. Sejak itu, sebagaimana
diberitakan Asy-Syilly dalam kitab Al-Masyra' Ar-Rawy, dia membolak-balik
kitab-kitab tentang bahasa Arab dan agama dan bersungguh-sungguh dalam
mengkajinya serta menghafal pokok-pokok dan cabang-cabang kedua disiplin
tersebut. Sampai akhirnya, dia mendapat langkah yang luas dalam segala ilmu
pengetahuan.
Dia telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman. Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.
Dia telah menggabungkan pemahaman, peneguhan, penghafalan dan pendalaman. Dialah alim handal dalam ilmu-ilmu Syariat, mahir dalam sastra Arab dan pandai serta kokoh dalam segenap bidang pengetahuan.
Dalam semua bidang tersebut, beliau telah menampakkan
kecerdasannya yang nyata. Maka, menonjollah karya-karyanya dalam mengajak dan
membimbing hamba-hamba Allah menuju jalan-Nya yang lurus.
Guru-guru beliau
Para guru beliau antara lain; Umar Basyeban Ba'alawi,
ahli fiqih yang saleh, Abdullah bin Muhammad Basahal Bagusyair dan Faqih Umar
bin Abdullah Bamakhramah. Pada merekalah dia mengkaji kitab Ar-Risalah
Al-Qusyairiyyah. Syeikh Ma'ruf bin Abdullah Bajamal Asy-Syibamy dan Ad-Dau'any
juga termasuk guru-guru beliau.
Hijrahnya dari Tarim
Dia beranjak dari Kota Tarim ke kota lain bertujuan
untuk menghidupkan pengajian. memperbarui corak dan menggalakkan dakwah
Islamiyah di jantung kota tersebut. Maka berangkatlah beliau ke kota 'Inat,
salah satu negeri Hadramaut. Dia menjadikan kota itu sebagai kota hijrahnya.
Kota itu dia hidupkan dengan ilmu dan dipilihnya sebagai tempat pendidikan, pengajaran
dan pembimbingan. Tinggallah di sana hingga kini, masjid yang beliau dirikan
dan pemakaman beliau yang luas. Syahdan, berbondong-bondonglah manusia
berdatangan dari berbagai pelosok negeri untuk menimba ilmunya. Murid-murid
beliau mengunjunginya dari beragam tempat: Hadramaut, Yaman, Syam, India,
Indus, Mesir, Afrika, Aden, Syihr dan Misyqash.
Para murid selalu mendekati beliau untuk mengambil
kesempatan merasai gambaran kemuliaan dan menyerap limpahan ilmunya. Dengan
merekalah pula, kota 'Inat yang kuno menjadi berkembang ramai. Kota itu pun
berbangga dengan Syeikh Imam Abu Bakar bin Salim Al-'Alawi. Karena berkat
kehadiran beliaulah kota tersebut terkenal dan tersohor, padahal sebelumnya
adalah kota yang terlupakan.
Tentang hal itu, Muhammad bin Ali bin Ja'far
Al-Katsiry bersyair:
Ketika kau datangi 'Inat, tanahnya pun bedendang
Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat
Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat
Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya
Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan
Kota yang mendapat karunia besar dari warganya
Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri
Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya.
Akhlak dan kemuliaannya
Dia adalah seorang dermawan dan murah hati, menginfakkan hartanya tanpa takut menjadi fakir. Dia memotong satu dua ekor unta untuk para peziarahnya, jika jumlah mereka banyak. Dan betapa banyak tamu yang mengunjungi ke pemukimannya yang luas.
Dia amat mempedulikan para tamu dan memperhatikan keadaan
mereka.Tidak kurang dari 1000 kerat roti tiap malam dan siangnya beliau
sedekahkan untuk fuqara'. Kendati dia orang yang paling ringan tangannya dan
paling banyak infaknya, dia tetap orang yang paling luhur budi pekertinya,
paling lpang dadanya, paling sosial jiwanya dan paling rendah hainya.
Sampai-sampai orang banyak tidak pernah menyaksikannya beristirahat.
Syeikh ahli fiqih, Abdurrahman bin Ahmad Bawazir
pernah berkata: "Syeikh Abu Bakar selama 15 tahun dari akhir umurnya tidak
pernah terlihat duduk-duduk bersama orang-orang dekatnya dan orang-orang awam
lainnya kecuali ntuk menanti didirikannya saolat lima waktu".
Syeikh sangat mengasihani orang-orang lemah dan
berkhidmat kepada orang-orang yang menderita kesusahan. Dia memperlihatkan dan
menyenangkan perasaan mereka dan memenuhi hak-hak mereka dengan baik.
Di antara sekian banyak akhlaknya yang mulia itu
adalah kuatnya kecintaan, rasa penghormatan dan kemasyhuran nama baiknya di
kalangan rakyat. Selain murid-murid dan siswa-siswanya, banyak sekali orang
berkunjung untuk menemuinya dari berbagai tempat; baik dari Barat ataupun
Timur, dari Syam maupu Yaman, dari orang Arab maupun non-Arab. Mereka semua
menghormati dan membanggakan beliau.
Ibadah dan pendidikannya
Seringkali dia melakukan ibadah dan riyadhah. Sehingga
suatu ketika dia tidak henti-hentinya berpuasa selama beberapa waktu dan hanya
berbuka dengan kurma muda berwarna hijau dari Jahmiyyah di kota Lisk yang
diwariskan oleh ayahnya. "Di abnar, dia berpuasa selama 90 hari dan selalu
sholat Subuh dengan air wudhu Isya' di Masjid Ba'isa di Kota Lask. Dalam pada
itu, setiap malamnya di berangkat berziarah ke makam di Tarim dan sholat di
masjid-masjid kota itu. Di masjid Ba'isa tersebut, dia selalu sholat berjamaah.
Menjelang wafat, beliau tidak pernah meningalkan sholat Dhuha dan witr.
Beliau selalu membaca wirid-wirid tareqat. Dia pribadi
mempunyai beberapa doa dan salawat. Ada sebuah amalan wirid besar miliknya yang
disebut "Hizb al-Hamd wa Al-Majd" yang dia diktekan kepada muridnya
sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan
ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal
8 bulan Muharram tahun 992 H.
Ziarah ke makam Nabi Allah Hud a.s adalah kelazimannya
yang lain. Sehingga Al-Faqih Muhammad bin Sirajuddin mengabarkan bahawa ziarah
beliau mencapai 40 kali.
Setiap malam sepanjang 40 tahun, dia beranjak dari
Lask ke Tarim untuk sholat di masjid-masjid kedua kota tersebut sambil membawa
beberapa tempat minum untuk wudhu, minum orang dan hayawan yang berada di
sekitar situ.
Ada banyak pengajaran dan kegiatan ilmiah yang beliau
lakukan. Konon, dia membaca kitab Al-Ihya' karya Al-Ghazzali sebanyak 40 kali.
Beliau juga membaca kitab Al-Minhaj-nya Imam Nawawi dalam fiqih Syafi'i
sebanyak tiga kali secara kritis. Kitab Al-Minhaj adalah satu-satunya buku
pegangannya dalam fiqih. Kemudian dia juga membaca Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah
di depan gurunya, Syaikh Umar bin Abdullah Bamakhramah.
Karya-karyanya
Antara lain:
·
Miftah As-sara'ir wa kanz Adz-Dzakha'ir. Kitab ini beliau karang sebelum
usianya melampaui 17 tahun.
·
Mi'raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada
tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
·
Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat.
Dia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang
sama tangal 9 bulan Dzul-Hijjah.
·
Ma'arij At-Tawhid
·
Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan
spiritualnya.
Karomah Syekh Abu Bakar bin Salim
1.
Binatang ternak yang hilang
Seorang Lelaki Badui yang kehilangan binatang ternaknya dan ia telah
mencari kesana kemari, namun tidak ia ketemukan juga. Kemudian ia teringat akan
perkataan salah seorang pembantu dari Syekh Abu bakar bin Salim Ra, bahwa Syekh
Abu Bakar bin Salim dapat mengetahui dimanakah binatang ternaknya, ia pun
menemui syekh dan memberitahukan perkataan pembantu beliau itu sebagai alasan
yang menyebabkan dirinya datang dan bertanya kepada Syekh Abu Bakar bin salim
Ra. Lalu Syekh memanggil pembantunya dan beliau menanyakan apakah benar
perkataan si Badui tadi dan apa sebabnya ?. pembantu beliau menjawab :
“Sesungguhnya aku pernah mendengar anda berkata bahwa dunia ini dalam pandangan
mata anda bagaikan sebuah piring belaka.”
Syekh Abu Bakar bin Salim kemudian menegur pembantunya tersebut dan
melarang jangan berbicara seperti itu lagi, karena beliau tidak ingin dianggap
sombong. Namun beliau tetap menolong si Badui tersebut dengan memberitahukan
dimana binatang ternaknya. Lalu si Badui tersebut pergi ke tempat yang ditunjuk
oleh Syekh dan menemukan binatang tersebut persis seperti yang diberitahukan
beliau.
2.
Ramalan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Syekh Abu Bakar bin Salim pernah memberikan khabar kepada Umar bin Abdullah
Ja’far Al-Katsiry, sewaktu Umar bin Abdullah berada di dalam penjara. Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra mengabarkan bahwa Umar bin Abdullah akan segera keluar dari
penjara dan akan menjadi penguasa di Hadrhamaut. Tak lama kemudian Umar bin
Abdullah keluar dari penjara dan menjadi penguasa Hadrhamaut.
3.
Isyarat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Syekh Sholeh As-Salik Ahmad bin Ali Bajabir Rahimahullah,
beliau berkata :
“Tatkala sudah termasyhurnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, aku merindukan
untuk berziarah kepada beliau, dan aku menginginkan mendapatkan isyarah lebih
dahulu sebelum aku berziarah. Dan dikala tengah malam tiba, ada cahaya yang
memancar dari atas atap rumahku, lalu cahaya tersebut memenuhi seluruh rumahku,
kemudian tiba-tiba hadirlah Syekh Abu Bakar bin salim Ra turun dan kemudian
duduk disampingku, berbicara kepada diriku dan beliau memberikan isyarat
kepadaku, maka setelah itu akupun berziarah kepada beliau.”
4.
Kesembuhan dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra.
Ada seorang Sholihin yang bercerita : “ Sekali waktu aku sakit keras, dan
pada saat menjelang malam aku merasakan kepayahan, lalu aku bertawassul kepada
Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Tak lama kemudian aku tertidur dan bermimpi jumpa
beliau, ku lihat diri beliau di atas kendaraan, kedua kakinya sampai tujuh
lapis bumi dan kepalanya menembus sampai ke langit dan beliau mengucapkan dua
bait syair
“Kaum yang sudah sampai di Hadhirah Tuhan mereka dan telah nyata
Bagi mereka keindahan akan hal tersebut dengan senyata- nyatanya
“Dan tatkala mereka dipanggil olehnya kepada jalan kesuk- sesan, Mereka pun
menyahuti dengan penuh keta’atan : “Kami menyahuti Panggilanmu wahai yang
memanggil kami dengan segala keindahan
( amal dan ganjaran )”
( amal dan ganjaran )”
Di dalam mimpiku, beliau
mengisyaratkan bahwa aku berhasil mendapatkan kesembuhan dan kesehatan dari
sakitku, dan ketika aku bangun di pagi harinya, ternyata aku telah sehat dan
penyakitku telah hilang dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim.
Diriwayatkan dari Syekh Al Wali
Abiyd bin Abdul Malik bin Nafi As- Syibamy:
“Sekali waktu aku ditimpa suatu penyakit sedangkan aku berada di negeriku, di Syibam, maka aku lalu bertawassul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu beliau tiba-tiba hadir dan masuk ke rumahku lalu memdo’akan diriku, kemudian aku pun sehat dengan keberkahan beliau.”
“Sekali waktu aku ditimpa suatu penyakit sedangkan aku berada di negeriku, di Syibam, maka aku lalu bertawassul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu beliau tiba-tiba hadir dan masuk ke rumahku lalu memdo’akan diriku, kemudian aku pun sehat dengan keberkahan beliau.”
5.
Mangkuk kopi yang dikirim Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra.
Diriwayatkan bahwa ada rombongan yang berziarah kepada beliau yang berasal
dari Syam, dan salah satu dari mereka bercerita :
“Tatkala aku sedang duduk bersama Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, terlintas
dalam benakku, aku ingin minta do’a beliau, agar istriku yang berada di Syam
tidak marah kepadaku dan ridho atas diriku, karena aku telah lama meninggalkan
dirinya karena lamanya perjalananku.
maka tiba-tiba Syekh Abu Bakar bin Salim berbicara dan memberitahukan
kepadaku, padahal aku belum sempat berkata sepatah katapun, beliau berkata ;
“keluargamu akan ridho atas dirimu ketika engkau pulang. Sekiranya aku mau,
sungguh aku akan hadirkan keluargamu pada saat ini juga di majlis ini, tetapi
cukup (sudah) kuberikan kopi didalam mangkuk ini kepada mereka.”
Pada saat itu ku lihat di tangan beliau ada mangkuk yang berisi kopi, kemudian
ketika aku pulang ke negeriku dan bertemu keluargaku, akupun terheran-heran
karena ternyata mereka semuanya merasa senang dengan kepulanganku dan mereka
tidak marah sama sekali kepadaku; persis seperti yang dikatakan oleh Syech Abu
Bakar bin Salim. Lalu karena penasaran dan masih merasa takjub, akupun bertanya
kepada mereka adakah orang yang telah datang kepada mereka? Dengan memakai
pakaian seperti yang dipakai Syekh Abu Bakar bin Salim Ra saat itu, serta
berciri-ciri seperti beliau, juga dengan membawa mangkuk yang berisi kopi, pada
hari yang dikatakan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra? Mereka pun berkata :
“Benar ada seorang Syekh yang telah datang kepada kami dengan membawa
semangkuk kopi dan kamipun meminumnya”.
6.
Kasyafnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan bahwa ada serombongan jama’ah yang datang kepada beliau untuk
berrziarah kepada beliau. Tatkala ditengah jalan mereka berbincang satu sama
lain :
“sungguh kita ingin mengetahui kasyafnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, kita
minta saja didalam hati masing-masing, sekarang, agar dijamu beliau dengan
makanan laut dan kurma”
Padahal saat itu bukanlah musimnya, kemudian setelah melalui perjalanan
panjang, merekapun bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim, dan dikala waktu
sarapah tiba. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata kepada pembantunya :
“pergilah engkau dengan rombongan ke rumah si Fulan, sesungguhnya di
rumahnya ada makanan untuk sarapan mereka”
Kemudian si pembantu tersebut pergi mengantarkan rombongan tadi menuju
kerumah yang dimaksud, setibanya mereka disana, kagetlah mereka karena semua
Makanan yang mereka minta dalam hati sewaktu dalam perjalanan tadi sudah
terhidang lengkap. Setelah mereka selesai makan dan telah pulang, sang empunya
rumah datang dan ia tidak mendapati apapun dirumahnya ataupun juga bekas
makanan tersebut.
7.
Penderita Lepra yang sembuh dengan keberkahan Syekh
Abu Bakar bin Salim.
Diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki di Maroko yang ditimpa lepra
disekujur tubuhnya, dan ia mempunyai saudara laki-laki yang sudah berikhtiar
kesana-kemari, namun tiada hasil dan mereka berdua adalah orang-orang kaya.
Saudaranya sudah memanggil seluruh tabib yang terkenal di masa itu dan sudah
meminta do’a kepada para wali yang termasyhur di masa itu. Tetapi penyakit
saudaranya tidak kunjung sembuh. Sampai akhirnya ada seorang ahli batin yang
berkata kepada mereka :
“Cobalah kalian meminta keberkahan dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di
kota I’nat, Yaman agar saudaramu mendapat kesembuhan.”
Kemudian saudaranya ini bermusafir pada saat itu juga ke kota I’nat. ketika
telah sampai, iapun berziarah dan berjumpa dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Sebelum sempat ia berbicara; Syekh Abu Bakar bin Salim telah berkata lebih
dulu, dengan jalan kasyaf, beliau berkata :
“Aku telah terima ziarahmu dan keinginan dirimu untuk menyembuhkan
saudaramu yang sedang sakit di Maroko. Nanti pada waktu hari Jum’at, pada waktu
khotib berdiri di mimbar, masuklah engkau ke masjid kami, lalu pergilah ke
telaga yang ada di masjid kami, basahilah sekujur badanmu dengan air telaga
tersebut, apabila tubuhmu telah kering dari air, ulangi lagi sebanyak 3x
berturut – turut”.
Lelaki tersebut melakukan apa yang diperintahkan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Kemudian pada waktu yang telah ditentukan yaitu hari jum’at, iapun masuk ke telaga, lalu berendam kedalamnya berturut-turut selama 3x. kemudian setelah itu, ia sholat Jum’at, pada waktu ia menunaikan sholat Jum’at ada seorang laki-laki disebelahnya berkata kepada dirinya bahwa ibundanya pada saat itu telah wafat di Maroko. Setelah ia menunaikan ziarah dan telah selesai seluruh maksud tujuannya, ia kemudian pamit kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan segera pulang ke negerinya, Maroko. Ketika telah sampai dirumahnya, ia menemui saudaranya yang sakit, ternyata saudaranya tersebut pada saat itu telah sembuh, dan badannya telah bersih dari penyakit kusta. Lalu ia pun bertanya kepada saudaranya, bagaimana sampai dirinya bisa sembuh, kemudian saudaranya bercerita :
“Pada hari jum’at ( pada saat bersamaan saudaranya bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di I’nat dan menunaikan perintah beliau ) datang kepadaku seorang lelaki ( yang sifatnya seperti Syekh Abu Bakar bin Salim Ra ) membasahi diriku, sampai 3x berturut-turut, setelah itu akupun langsung sembuh, dan laki-laki tersebut hilang dari hadapanku”.
Dan memang benar ibunda mereka telah wafat pada saat itu, tetapi ternyata dengan madad keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, saudaranya yang sakit lepra tersebut mendapatkan kesembuhan.
8.
Jari tangan Syekh Abu Bakar bin Salim ra bersinar.
Diriwayatkan bahwasanya istri beliau pada suatu malam meminta lampu kepada
beliau, maka beliau mengeluarkan jari-jari beliau dan pada saat itu jari-jar
beliau bersinar seperti lampu.
9.
Syekh Abu Bakar bin Salim Ra Wali Shohibul waqt.
Diriwayatkan dari sebagian kaum Sadah Ba’alawi, ia bercerita :
“Satu ketika aku bermimpi seolah-olah aku bermaksud pergi haji ke Makkah Musyarofah. Tatkala aku memasuki Masjidil Haram, aku tidak mendapati Baitullah sebagaimana mestinya berada di tempatnya. Akupun lalu merasa bingung. Pada saat itu aku melihat ada seorang laki-laki dari pada Bani Alawi, akupun lalu bertanya kepadanya :
“Satu ketika aku bermimpi seolah-olah aku bermaksud pergi haji ke Makkah Musyarofah. Tatkala aku memasuki Masjidil Haram, aku tidak mendapati Baitullah sebagaimana mestinya berada di tempatnya. Akupun lalu merasa bingung. Pada saat itu aku melihat ada seorang laki-laki dari pada Bani Alawi, akupun lalu bertanya kepadanya :
“Dimanakah Ka’bah ?.
Ia menjawab :
”Jalanlah bersamaku, aku akan menunjukkan kepada engkau Ka’bah”.
Maka aku pun berjalan disisinya. Sampai akhirnya kami masuk ke kota ‘Inat.
Di sana aku melihat satu kubah yang sangat besar di sisi rumah Syekh Abu Bakar
bin Salim Ra, dan aku mendengar suara beliau didalamnya. Laki-laki tersebut
berkata kepadaku : “Inilah rumah yang diagungkan”, dan kulihat Baitullah ada di
sisi rumah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra”.
Kemudian akupun bangun dari tidurku pada saat itu juga. Lalu setelah aku
memikirkan mimpiku tersebut dan mengenai hal Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yang
ku lihat dalam mimpiku, maka tahulah aku bahwasanya Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra adalah Wali Shohibul waqt.”
10.
Rombongan Musafir yang diselamatkan Allah swt dengan
keberkahan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Faqih Muhammad bin Sirojuddin Jamal Rohimahullah, beliau
bercerita :
“Sesungguhnya aku bermusafir ke negeri India pada bulan Asyura tahun 973 H
dengan naik kapal, sampai akhirnya pada satu tempat yang dikenal dengan nama
Khuril Gari. Pada saat kapal kami mengalami kerusakan, keadaan saat itu
sangatlah gelap dan hujan turun dengan lebatnya. Para penumpangnya merasa
kebingungan dan ketakutan sehingga mereka menangisi keadaan mereka. Aku sendiri
berdo’a kepada Allah swt dan bertawassul dengan para waliyullah, lalu aku
beristighotsah dan hatiku bertawajuh kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Setelah aku bertawasul kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, aku mendengar suara
beliau seolah-olah dekat denganku. Kemudian aku bangun dan memberitahukan
kepada para penumpang yang lain bahwasanya telah ada isyarah dan bisyarah dalam
keadaan yang sangat sulit saat itu. Dan ternyata kamipun selamat oleh bantuan
Allah swt dengan kemuliaan Syekh Abu Bakar bin Salim ra.
11.
Panjang umur dengan keberkahan Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra.
Dari Faqih Muhammad juga diriwayatkan, beliau bercerita :
“Sekali waktu diriku mengalami sakit yang sangat parah. Hal ini terjadi
pada bulan Ramadhan tahun 988 H, pada saat itu keadaanku sangat payah, sehingga
tak ubahnya sedang mendekati ajal dan dalam keadaan sakratul maut. Pada saat
itu seolah-olah hadir sosok ghaib yang bisa kudengar dan dapat kulihat,
kemudian tiba-tiba aku mendapati surat dari Syekh Abu Bakar bin salim Ra. Pada
surat tersebut, ketika kubaca tertulis sebagai berikut :
“Sesungguhnya kami mengetahui akan keadaanmu, engkau sedang sakit
sedemikian rupa. Tidak usahlah engkau cemaskan penyakitmu, insya Allah engkau
akan sehat dan terlepas dari pada maut dan kembali kepada kami. Karena
kehidupannmu dibutuhkan untuk kemaslahatan zhohir maupun batin bagi kaum
muslimin. Dan janganlah sekali-kali engkau merasa cemas didalam hatimu terhadap
penyakitmu ini. Sesungguhnya aku telah memberikan syafa’at bagimu dengan
keselamatan dan panjang umur.”
Maka tatkala aku telah selesai melihat surat yang sampai kepadaku secara
ghaib dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, tanpa diduga aku sembuh pada saat itu
juga dengan izin Allah swt dengan keberkahan daripada Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra.
12.
Makanan yang dihabiskan pembantu Syekh abu Bakar bin
Salim Ra.
Diriwayatkan, tatkala beliau hendak mengadakan perayaan dalam rangka khitan
dari sebagian anak-anak beliau. Beliaupun mengadakan walimah yang besar dan
mengundang penduduk Tarim dan sekitarnya. Pada perayaan tersebut, Syekh Abu Bakar
bin Salim Ra mempersiapkan jamuan yang banyak bagi yang hadir, tetapi ternyata
entah kenapa para undangan makan hidangan tersebut sedikit sekali. Hal ini
menyinggung perasaan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, beliau lalu berkata kepada
pembantunya, yaitu audh bin Syekh Ali Bamazru’ ( penduduk wasithoh ), beliau
berkata :
“berdirilah engkau dan bersihkan hidangan ini, dan makan olehmu sendiri.”
Sedangkan jumlah hidangan pada waktu itu adalah sebanyak 60 hidangan.
Pembantu beliau makan setiaphidangan tersebut satu persatu tanpa mendapatkan
Mudharat sedikitpun daripada tindakannya tersebut. Dan tatkala orang-orang
yang telah diundang Syekh abu Bakar bin Salim Ra itu hendak pulang menuju
Tarim, dipertengahan jalan mereka tiba-tiba ditimpa rasa lapar yang sangat luar
biasa, sehingga merekapun mengutus sebagian dari pada mereka ke kota mishtoh
untuk meminta kurma, tetapi mereka tidak mendapatkan kurma sedikitpun; setelah
itu barulah mereka menyadari bahwa rasa lapar yang mereka derita, karena tidak
menghabiskan jamuan Syekh Abu Bakar bin salim ra, atau dengan kata lain mereka
tidak menghargai perjamuan yang telah dihidangkan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra,
maka mereka pun lalu meminta maaf kepada beliau.
13.
Dinding Masjid yang berjalan dengan perintah Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Al-Mualim Al-Fadhil Ahmad bin Abdurrahman Bawazir, ia
berkata : Ada satu kisah yang diriwayatkan dari Ar-Rojul As-Sholeh Al-Mualim
Al-Walid Abdurrahman binMuhammad bin Abdullah Bawazir yang ia terima riwayatnya
dari beberapa orang Arifin, ia berkata :
“Sesungguhnya Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, tatkala sedang membangun masjid
beliau yang masyhur di kota ‘Inat, beliau berkata kepada seorang pekerja
bangunannya yaitu ibnu Ali sambil menunjuk satu dinding yang baru didirikan,
beliau berkata :
“Dinding yang didirikan ini tidak akan dimakmurkan oleh kaum muslimin, kami
menginginkannya agar dibuat sedikit maju.”
Ibnu Ali menjawab :
“Ya Sayyidi yang anda inginkan adalah kemaslahatan, tetapi bagaimanakah
kami akan merubahnya lagi, karena dinding ini sudah terlanjur didirikan di
tempat ini.”
Pada saat itu Syekh abu Bakar bin Salim Ra memegang tongkat, beliau lalu
memukul dinding tersebut dengan tongkat beliau, maka dengan seizin Allah swt
dinding tersebut berpindah tempat dari tempatnya semula sampai kepada tempat
yang diinginkan oleh Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
14.
Darwisy yang mendapatkan futuh dengan barokah Syekh
Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan dari Sayyidina Al-Imam Al-qutb Al-habib Abdullah bin Alwi
Al-Haddad, bahwasanya beliau bercerita :
“Sesungguhnya ada seorang Darwisy yang telah datang kepada Sayyid As-Syekh
Abdullah bin Syekh Al Aydrus dan berkhidmat kepada beliau sampai beberapa
waktu.”
Pada suatu ketika, si Darwisy ini berkata kepada pembantu As-Syekh Abdullah
bin Syekh Al-aydrus :
“Katakan kepada tuanmu, sesungguhnya aku menginginkan daripada As-syekh
Abdullah sabun.”
Maka pembantu inipun menyampaikan pesan si Darwisy itu kepada beliau.
Kemudian As-Syekh Abdullah Al-aydrus memberikan sabun untuk mencuci baju. Maka
tatkala pembantu beliau memberikan sabun ini kepada Darwisy tersebut, ia
terbelalak dan berkata :
“Sesungguhnya bukanlah sabun seperti ini yang aku inginkan, tetapi yang aku
inginkan adalah sabun untuk hatiku”
Kemudian Syekh abdullahbun Syekh Al-aydrus berkata kepada Darwisy ini :
“kami tidak mempunyai sabun yang engkau inginkan, kalau sekiranya engkau
menginginkan sabun untuk hatimu; pergilah engkau kepada Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra,.”
Kemudian keluarlah si Darwisy ini untuk pergi menemui Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra dan berkhidmat kepada beliau. Tak lama kemudian iapun mendapatkan
keinginannya dan mendapatkan Futuh daripada Allah swt dengan barokah Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra.
15.
Tanah Dhorikh ( Makam ) Syekh Abu Bakar bin Salim Ra
mujarab unuk obat segala macam penyakit.
Di Turbah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra terdapat pasir atau tanah (katsib)
yang sangat termasyhur kemujarabannya bagi orang-orang yang menginginkan
keberkahan. Salah satu yang termasyhur adalah bahwa tanah ini bisa menyembuhkan
berbagai macam penyakit, oleh karena jugalah Syekh Abu Bakar bin Salim Ra
mendapatkan gelar “ Maula Katsib “.
Diceritakan oleh Sayyid Abdul qodir bin Abdullah bin Umar bin Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra, beliau berkata :
“Adalah aku berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra satu ketika
bersama guruku Guruku Sayyid Ahmad al-Junaidi banal-Imam Ahmad Al-Junaid. Kami
berziarah ke ‘Inat dan berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Sesudah
berziarah, beliau menginginkan untuk mengambil pasir di makam tersebut untuk
menyembuhkan luka yang diderita beliau di salah satu kaki beliau. Dan beliau
meminta kepada salah seorang keturunan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra agar
meletakkan pasir tersebut atas luka beliau, dan luka tersebut sembuh dengan
seizin Allah swt”.
Dan diceritakan juga dari Syekh Abdullah Qadri Basya’ib, ia bercerita :
“Sesungguhnya aku selalu membawa tanah dari makam Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra, tatkala aku bermusafir menuju ke Makkah, aku membawa tanah tersebut, dan
selama perjalanan aku tidak mendapatkan musibah apapun juga. Tatkala kami telah
sampai di Makkah, maka kami mencengar khabar bahwa kapal yang kami tumpangi
tersebut pecah dan tenggelam. Akupun bersyukur kepada Allah swt. Tanah ini juga
selalu aku jaga dan bawa kemanapun aku pergi; juga selama aku bermukim di
Al-Haramain selam 9 tahun. Sampai akhirnya akupun keluar dari makkah. Dan
selama itu, aku selalu membawa tanah tersebut dan tidak pernah sekalipun aku di
timpa kesusahan.
16.
Berpindahnya maqom kewilayahan Syekh Ma’ruf Ba jamal
kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diceritakan dalam kitab Insussalikin Ila Maqomatil Wasilin yang ditulis
oleh Sayyid Abdullah bin Ahmad Baharun. Di dalam kitab tersebut diceritakan
kisah dari Umar bin Ali Bamansur, ia bercerita :
“Telah memberi kabar kepada kami seorang daripada kaum Arifin,ia bercerita
: tatkala wafat seorang wali besar yaitu Syekh Ma’ruf Ba Jamal di Budhoh salah
satu daerah di Dau’an. Kaum sholihin melihat dengan ‘Ainul Bashiroh mereka, ada
sungai yang mengalir dari Budhoh, sungai tersebut di penuhi cahaya yang
cemerlang. Sungai itu mengalir sampai ke Syibam dan memenuhi kota Sybam dengan
cahaya, sampai ke Ghurfah dan terus ke Tarim sampai akhirnya ke kota ‘Inat dan
sungai tersebut berkumpul di hadirat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra. Maka tahulah
seluruh murid Al-Wali Syekh Ma,ruf Ba jamal bahwa maqom atau kewalian daripada
Syekh Ma’ruf Ba Jamal telah berpindah dan diwarisi oleh Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra. Kemudian murid-murid Syekh Ma’ruf Ba jamal menemui beliau. Sebelum
mereka ingin berkata-kata, semuanya di kasyaf oleh Syekh Abu Bakar bin Salim.
Lalu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mengajari mereka dan memberitahukan kepada
mereka mengenai beberapa hal ghaib. Kemudian merekapun pulang ke Tarim,
termasuk di antara rombongan mereka yaitu Syekh umar Baraja As-Shonubari. Dan
mereka berkumpul bersama Syekh Husain bin Faqih Abdullah Balhaj Bafadhol. Dan
merekapun menceritakan daripada keagungan Syekh Abu Bakar bin salim Ra.”
17.
Kekasyafan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan Ziarah
yang qobul.
Berkata Al-Faqih Muhammad bin Abdurrahman Sirojuddin Rohimahullah :
Daripada sebagian kekeramatan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, sebagaimana yang
telah dikabarkan kepadaku dari ayahandaku bahsanya ia bercerita :
“Sungguh telah terbayang atas kami banyak manusia yang berziarah kepada
Nabi Hud as. Dan tatkala itu adalah permulaan atau bidayah akan zuhurnya Syekh
Abu Bakar bin Salim Ra. Dan sesungguhnya aku sangat menginginkan berziarah
bersama mereka didalam jama’ah mereka, rombongan yang agung, tetapi aku merasa
segan dan terlintas dalam hatiku sekiranya aku menginginkan untuk menulis surat
kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dan meminta kepada beliau mendo’akan kami
agar mendapat fadhilah daripada ziarah tersebut. Tetapi akupun merasa sangat
segan untuk menulis surat tersebut dan akupun tidak pernah memberitahu satu
orangpun atas keinginanmu itu. Dan tatkala aku pulang setelah berziarah kepada
Nabi Hud as, tiba-tiba aku aku mendapatkan surat dari Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra yang isinya adalah sebagai berikut :
“Sesungguhnya kami menghadirkan ruh kalian didalam acara ziarah kepada Nabi
Allah Hud as, dan kami mendoa’kan kalian, dan kamipun mendoa’kan agar kalian
sekeluarga mendapatkan fadhilah dan keutamaan pada ziarah tersebut.”
Setelah aku membaca surat dari pada Syekh Abu Bakar bin Salim tersebut,
akupun mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt. Dan bertambah ta’zhimlah
diriku kepada beliau.”
18.
Syekh Abu Bakar bin Salim Ra dipilih oleh Syekh Faris
Ba Qais.
Ketika Syekh Faris, seorang wali besar yang berkunjung ke Tarim dan hendak
melanjutkan perjalanannya untuk berziarah ke makam Nabi Allah Hud as, beliau
meminta seseorang untuk mengantar beliau beserta rombongan, lalu beliau memilih
diantara penduduk Tarim yang pantas untuk mengantar beliau berziarah, tatkala
Syekh Faris melihat Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yang kala itu masih berusia 4
( empat ) tahun; beliaupun menunjuk Syekh Abu Bakar bin Salim Ra untuk
mengantar beliau, dan Syekh Faris tidak mau digantikan oleh orang lain; lalu
pergilah Syekh Abu Bakar bin salim Ra bersama rombongan Syekh Faris dengan
digendong pembantu beliau yang bernama Baqahawil.
19.
Berubahnya warna rambut Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Syekh Abdullah bin Zen :
“Sekali waktu kami sedang berada di majlis Syekh Abu Bakar bin Salim Ra,
lalu terlintaslah di dalam hatiku keraguan kepada beliau, tiba-tiba pada saat
itu juga dalam Hal-nya warna ( kulit dan baju ) Syekh Abu Bakar bin Salim Ra berubah-rubah,
dan rambut beliau juga sesaat berubah warna menjadi putih dan sekejap kemudian
kembali berwarna hitam.”
Syekh Abdurrahman bin Zen berkisah :
“Sekali waktu aku berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, lalu kami
melihat warna beliau berubah-rubah; seketika itu juga terkadang-kadang berwarna
putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian berubah lagi menjadi hitam manis,
dan rambut beliaupun terkadang berubah warna menjadi putih kemudian kembali
berwarna hitam”.
20.
Perempuan yang bertemu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
Syarif Umar bin Muhammad bin Ali bercerita bahwa ada seorang perempuan dari
salah satu qabilah arab yang telah mendengar tentang kekeramatan beliau, dan ia
berkata bahwa ia ingin bertemu dan berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra; sebelum kalimatnya selesai ia ucapkan, tiba-tiba pada saat itu juga hadir
seseorang didepannya yang tak ia kenal dan berkata kepadanya :
“Engkau ingin bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim ? Akulah Syekh Abu Bakar bin Salim ”
“Engkau ingin bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim ? Akulah Syekh Abu Bakar bin Salim ”
Dan kemudian langsung hilang pada saat itu juga, tak lama berselang, iapun
berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim di ‘Inat, dan tatkala ia melihat
syekh Abu baker bin salim Ra, iapun terkejut karena ternyata wajah beliau sama
dengan seseorang yang mendatanginya secara ghaib di kala lalu itu, lalu syekh
Abu Bakar bin Salim Ra berkata kepadanya :
“Yang mendatangimu tempo hari itu adalah aku “
Padahal jarak tempuh antara daerah tempat tinggal perempuan itu dan kota
‘Inat adalah satu bulan perjalanan.
21.
Orang-orang yang bernazar bagi Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra.
Dikisahkan oleh Al-Imam Al-qutb Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-‘Athas, bahwa
ada seorang perempuan yang bernazar ingin memberikan makanan kepada Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra, lalu ia pun membawa makanan ala kadar tersebut ke rumah
Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, ketika ia meminta kepada yang ada disana,
pembantu tersebut merasa enggan untuk menyampaikan makanan yang ala kadarnya
itu dan ia berkata kepada si perempuan tadi :
“Syekh Abu Bakar bin Salim Ra tidak berhajat kepada makananmu”
Sedihlah ia mendengar perkataan pembantu tadi, tapi tiba-tiba Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra keluar dari rumah beliau dan mendatangi si perempuan tadi
dan menerima makanan tersebut, seraya mengucapkan terima kasih dan pembantu
tadi ditegur beliau.
Dikisahkan bahwa ada seorang yang mempunyai kebun yang luas dan ia
bernazar; seandainya tanamannya tidak dirusak oleh binatang, maka sepersepuluh
dari hasil panennya akan diberikan kepada Syekh Abu Bakar bin Salim ra, tak
lama kemudian ia melihat binatang yang biasanya merusak tanaman di kebunnya
tidak bisa masuk kekebunnya tersebut dan hasil panennya sangat bagus semuanya
dengan barokah dari Syekh Abu Bakar bin Salim Ra.
22.
Orang-orang yang berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin
Salim Ra.
Diriwayatkan oleh Sayyid Ahmad bin Syekh Al-faqih Ali bin Sayyid Al-Faqih
Syekh Al- Hasan Ra :
“Ada serombongan jama’ah yang ingin berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin
Salim ra, tatkala mereka telah sampai di Sewun mampirlah mereka ke Sulthan
Al-Katsiriy, sebagian dari rombongan ada yang tinggal dan sebagian yang lain
meneruskan perjalanan mereka untuk berziarah kepada Syekh Abu Bakar bin Salim
Ra; tak lama kemudian rombongan yang tinggal tadi merasa menyesal dan mereka
berniat ingin melanjutkan perjalanan untuk berziarah kembali, lalu mereka
berpikir untuk menemui pembantu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra yaitu yang bernama
Baraja untuk bertabarruk, lalu mereka menemui pembantu beliau tersebut yang
sedang berada di rumah beliau yang berada di Sewun; tanpa diduga pembantu
beliau tersebut berkata kepada mereka :
“Kalian akan bertemu Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di rumah ini, masuklah
kalian, Bismillah”
Lalu merekapun masuk dan mereka bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra
di rumah tersebut ( yang berada di Seiwun ); kemudian mereka lama
berbincang-bincang dengan beliau, dan beliau juga membaca fatehah untuk mereka,
setelah itu mereka pulang, dan didalam perjalanan mereka bertemu dengan
rombongan lainnya yang baru pulang dari ‘Inat dan berkata kepada mereka :
“Syekh Abu Bakar bin Salim mengirimkan salam buat kalian “
Mendengar hal ini merekapun merasa ta’jub karena merekapun baru saja
berkumpul dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra di waktu yang sama di Sewun.
23.
Mendapatkan anak dengan barokah Syekh Abu Bakar bun
Salim Ra.
Berkata Al-Mu’allim Ahmad bin Abdurrahman Bawazir :
Ketika Syekh Abu Bakar bin Salim sedang duduk di majlis beliau dan sedang
menemui orang-orang yang berziarah kepada beliau, tiba-tiba ada seseorang yang
berpenampilan seperti seorang Darwisy menghampiri beliau dan beliaupun berdiri
menyambut orang tersebut seraya berkata :
“Engkau adalah Syekh Al-Bakri? Yang mengajar di Makkah?”
Orang tersebut menjawab :”benar”
Kemudian syekh Abu Bakar bin Salim Ra bertanya :
“Apakah engkau mempunyai anak?” Jawabnya : “tidak”
Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim Ra mengeluarkan mangkuk beliau yang
berwarna merah, kemudian dipenuhi oleh beliau dengan kopi, kemudian diberikan Kepada
Syekh Al-Bakri, seraya berkata :
“Wahai Syekh Al-Bakri berikanlah kopi ini kepada istrimu, Insya Allah ia
akan segera mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi
seorang Ulama Makkah”
Tak lama kemudian Syekh Bakri mendapatkan anak laki-laki dan anak tersebut
menjadi seorang Ulama Makkah, persis seperti yang dikatakan oleh Syekh Abu
Bakar bin Salim Ra”
Diriwayatkan bahwa Al-Fadhil Al-Wali Al-Imam Abdurrahman Al-Biyd Al-
Ba’alawi, salah seorang murid Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, suatu hari hendak
menemui beliau bersama seseorang bernama Utsman Khatib sambil membawa kopi,
ketika mereka telah berjumpa dengan Syekh Abu Bakar bin Salim Ra, beliau lebih
dulu berkata kepada mereka berdua :
“Wahai Sayyid Abdurrahman sesungguhnya engkau ingin mempunyai keinginan untuk
mempunyai seorang anak laki-laki; karena engkau hanya mempunyai anak perempuan;
sesungguhnya Allah swt berfirman : Yahabu liman yasinasan wa yahabu liman yasya
az-zukur”
Sayyid Abdurrahman menjawab:
”Benar ya Sayyidi, selain ingin berjumpa dengan anda, itulah juga
keinginanku”
Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim Ra berkata kepada Sayyid Abdurrahman :
“Sesungguhnya anak perempuan akan mendapatkan kelapangan dunia dan akherat,
dan engkau akan mendapatkan anak laki-laki yang mengkhatamkan Al-qur’an,
minumlah kopimu, sedangkan engkau ya Utsman keinginanmu adalah agar engkau
mendapatkan kemuliaan, engkau akan mendapatkan kemaslahatan dari anak cucumu
dan mereka akan diberikan Allah swt kelapangan dalam urusan duniawi mereka”
Kemudian sayyid Abdurrahman kembali meneruskan cerita beliau :
Demi Allah sungguh yang terjadi pada kami berdua persis seperti yang
dikatakan Syekh Abu Bakar bin salim Ra’ nyaris tidak meleset barang satu huruf
pun dari perkataan beliau.”
Kata Mutiara dan Untaian Hikmah
• Barangsiapa diam, ia akan selamat dan barangsiapa
berbicara ia akan menyesal.
• Orang yang bahagia adalah orang yang disenangkan
oleh Allah tanpa alas an tertentu dan orang yang sengsara adalah orang yang
disengsarakan Allah tanpa sebab tertentu. Demikianlah menurut ilmu hakikat.
Sedangkan menurut ilmu syariat; orang yang bahagia adalah orang yang oleh Allah
diberi kesenangan dengan melakukan berbagai amal saleh, dan orang yang
disengsarakan oleh Allah dengan meninggalkan amal-amal saleh dan melanggar syariat
agama.
• Orang yang sengsara adalah orang yang mengikuti hawa
nafsunya Barangsiapa mengenal dirinya, ia tidak akan melihat selain Allah swt.
Barangsiapa tidak mengenal dirinya, ia tidak akan melihat Allah swt.
• Setiap wadah memercikan apa yang ditampungnya.
• Barangsiapa tidak bermujahadah pada masa bidayahnya,
ia tidak akan mencapai puncak. Dan barangsiapa tidak bermujahadah, ia tidak
akan bermusyahadah; {“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (bermujahadah) di
jalan kami, niscaya akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. :
Al-Ankabut,29 : 69”}
• Barangsiapa tidak memelihara waktunya, ia tidak akan
selamat dari bencana.
• Barangsiapa bergaul dengan orang baik, ia akan
memperoleh berbagai pengetahuan dan asrar, dan barangsiapa bergaul dengan
orang-orang jahat, ia akan memperoleh aib dan siksa neraka.
• Berbagai hakikat tidak akan diperoleh kecuali dengan
meninggalkan berbagai penghalang.
• Dalam Qanaah terdapat ketenteraman dan keselamatan;
dalam tamak terdapat kehinaan dan penyesalan.
• Orang yang arif melihat aib-aib dirinya; sedang
orang yang lalai melihat aib-aib orang lain.
• Dan orangyang bahagia adalah orang yang melawan hawa
nafsunya, berpaling dari alam untuk menghadap kepada penciptanya, dan
melewatkan waktu pagi dan sore dengan meneladani sunah nabinya.
• Hendaklah kamu bertawadhu dan tidak menonjolkan
diri. Jauhilah sikap takabur dan cinta kedudukan.
• Kesuksesanmu adalah ketika kamu membenci nafsumu dan
kehancuranmu adalah saat kamu meridhainya. Karena itu, bencilah nafsumu dan
jangan meridhainya, niscaya kamu akan berhasil meraih segala cita-citamu, Insya
Allah.
• Orang yang arif adalah yang mengenal dirinya,
sedangkan orang jahil adalah yang tidak mengenal dirinya.
• Alangkah mudah bagi seorang Arifbillah untuk
membimbing orang jahil, kadangkala kebahagiaan abadi dapat diraih hanya lewat
sekilas pandangannya.
• Ridhalah atas maqam apapun yang Allah berikan
kepadamu. Seorang Sufi berkata, “selama lebih 40 tahun aku tidak pernah merasa
benci pada maqam yang Allah berikan kepadaku.”
• Berprasangka baiklah kepada sesama hamba Allah,
sebab buruk sangka timbul karena tiadanya taufiq. Ridhalah selalu pada qodho,
bersikap sabarlah, walaupun musibah yang kamu alami teramat besar. Firman Allah
: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan dibalas dengan
pahala tanpa batas. ( Az Zumar, 39 :10 )
• Dan tinggalkanlah hal-hal yang tidak ada manfaatnya
bagimu, dan benahilah dirimu lebih dahulu.
• Dunia adalah anak perempuan Akhirat, barangsiapa
telah menikahi seorang perempuan, haram memperistri ibunya.
• Berbagai hakikat terhijab dari hati, karena
perhatian kepada selain Allah.
• Waktumu yang paling bermanfaat adalah disaat kamu
fana’ dan waktumu yang paling sia-sia adalah disaat kamu menyadari dirimu.
• Ketahuilah oleh kalian sesungguhnya Allah swt
bertajalli ( mengagungkan dirinya ) di hati para kekasihnya; para kaum Arifin,
karena mereka menghapus selainnya di hati mereka dan mereka menghilangkan
selain Allah swt dalam pandangan mereka terhadap semesta dan pada setiap
kejadiannya bahwa semuanya adalah semata-mata ciptaan Allah swt, dan mereka
melalui siang, pagi serta sore hari selalu dalam keadaan taat kepadanya; mereka
selalu beribadat serta berharap dan takut kepadanya; serta selalu ruku’ dan
bersujud kepadanya, mereka selalu dalam keadaan bahagia dan gembira serta ridho
dengan segala ketentuan Qadha dan Qadar yang telah ditentukan Allah swt atas
mereka; berkata Nabi Ayyub as :”Bila mana aku hendak memilih di antara dua
perkara, maka aku akan memilih perkara yang ada Ridho Allah swt didalamnya
karena hanya hal itulah yang mendatangkan kemaslahatan bagiku” Berkata kaum
‘Arifin : “Kalau sekiranya kedua mataku melihat selain Allah, maka akan ku
butakan, kalau sekiranya ke dua telingaku mendengar selain Allah, maka akan ku
tulikan, dan bilamana lidahku berkata yang tidak diperintahkan Allah, maka akan
ku potong”
• Sedikit amal dari hati menyamai amal seluruh manusia
dan jin.
• Sesungguhnya Bala’ yang menimpamu pada saat lupamu,
bila engkau menyadarinya adalah merupakan jalanmu untuk kembali mengenal Allah
swt dan kembali mendekatkan dirimu kepadanya pada saat engkau meminta bala
tersebut dihilangkannya, dan bala’ sesungguhnya adalah bilamana engkau
melupakan Allah swt dan engkau lupa bahwa dirimu selalu faqir kepadanya.
• Beristiqamahlah kalian dalam setiap amal, karena
para Ahli kasyaf sekalipun semua bermohon kepada Allah swt agar mereka
diberikan kekuatan dalam beristiqamah agar mereka tidak jatuh dalam keadaan
terhijab darinya.
• Ketahuilah oleh kalian; Ma’rifat kepada Allah swt
adalah dengan kejelasan dan bukan dengan tersamar, dan bilamana seorang hamba
diberinya ma’rifat kepadanya, maka ia pasti akan melihat semua amal yang
dicintai oleh Rasulullah saw.
• Sesungguhnya derajat yang tertinggi dalam maqom
sabar adalah menahan diri dari pada mengadu kepada selain Allah swt.
• Derajat paling tinggi disisi para Auliya Allah swt
yang utama, adalah Tawadhu dan Khumul ( menutupi keistimewaan diri ).
KELUARGA SYAIKH ABUBAKAR BIN SALIM BIN ABDULLAH BIN ABDURAHMAN BIN ABDULLAH BIN SYAIKH ABDURAHMAN AS-SAQQAF
Syaikh al-Fakhor Abu Bakar bin Salim (shohib Inat), wafat tahun 992 H, mempunyai Empat orang anak perempuan yaitu: Fathimah, Aisyah, Alwiyah dan Talhah. Dan tiga belas orang anak laki, yaitu:
1. Abdurahman
2. Ja'far keturunannya terputus
3. Abdullah al-Akbar
4. Salim (keturunannya sedikit dan terputus)
5. Husin, wafat di Inat tahun 1044 H, mempunyai tujuh
orang anak perempuan: Alwiyah, Talhah, Salma, Fathimah al-Kubra,Aisyah, Sekhah,
Fathimah al-Sughro, Maryam, Ruqaiyah.
Anak laki-lakinya:
a. Salim keturunannya terputus
b. Abdurahman
c. Abu Bakar keturunannya sedikit dan terputus
d. Soleh
e. Ahmad, wafat tahun 1061 H, mempunyai sepuluh orang
anak laki:
1) Aqil keturunannya terputus
2) Usman
3) Abdullah keturunannya sedikit dan terputus
4) Abdurahman keturunannya di Syihir, Sawahil
5) Muhammad keturunannya di Inat, Jawa
6) Soleh keturunannya di Nazwan, Gazah, Yafi', India
7) Syech keturunannya di Yafi'
8) Abu Bakar keturunannya di Inat
9) Umar keturunannya di Inat, Jawa, India, Sawahil,
Zhufar
10) Salim, wafat di Ghaizhoh tahun 1087 H, mempunyai empat
orang anak laki:
a) Hasan
keturunannya di Zhufar
b) Muhammad
keturunannya Aal-Dzi'bu di Ghaizhoh, Sawahil, Inat
c) Muhsin
keturunannya di Zhufar, Ghaizhoh, India
d) Ali
keturunannya di Inat
f. Idrus, mempunyai tiga orang anak laki:
1. Zein
2. Ali
(keturunannya di Syihir)
3. Abu Bakar
(keturunannya di Misthoh)
g. Syechon, wafat tahun 1019 H, mempunyai tiga orang anak
laki:
1. Mahdi
2. Abdullah (keturunannya di Sawahil, Zanjibar)
3. Salim (keturunannya di Inat, Baidho')
h. Hasan, mempunyai tiga orang anak laki:
1. Abdullah
(keturunannya terputus di Inat)
2. Soleh
(keturunannya keluarga al-Khamur di Khamur dan India)
3. Abu Bakar
(keturunannya keluarga al-Khiyyid di India, Inat, Jawa, Hijaz)
i.
Muhsin, mempunyai dua orang anak laki:
1. Muhammad
2. Ali,
mempunyai dua orang anak laki:
a) Hadi (kakek Keluarga al-Hadi bin Salim di
Khunaidaroh, Inat)
b) Abdullah (al-Haddar di Inat)
j.
Umar, mempunyai lima orang anak laki:
1.
Muhsin (keturunannya di Musyah, Jawa)
2.
Ahmad (keturunannya di Mokalla, Ghorib, Sah)
3. Ali
(keturunannya di Gail Sah, Sihir, Jawa)
4.
Salim (keturunannya di Gail Sah)
5.
Abdullah (keturunannya di Jawa, Inat)
k. Muhammad, mempunayi dua orang anak laki:
1. Umar
2. Ali (keturunannya keluarga Ahmad di Inat dan al-Bin
Jindan di Inat dan India dan Jawa)
l.
Syech (wafat tahun 1113 H, keturunannya di Inat, Du'an, Jubail)
m. Hamzah, wafat tahun 1106 H, mempunyai dua orang anak
laki:
1. Idrus (wafat tahun 1037 H, keturunannya terputus)
2. Tholib (keturunannya di Inat, India, Jawa)
6. Hamid al-Hamid, wafat tahun 1030 H, mempunyai delapan
orang anak laki:
a. Hafidz
b. Ali
keturunannya terputus
c. Mahdi
d. Umar
keturunannya di Silik
e. Abdullah
keturunannya di Amud, Inat, Jawa
f. Mutohhar
keturunannya al-Aqil Mutohar di Damun, Yaman, Jawa, Palembang, Singapura.
g. Abu Bakar keturunannya
al-Abi Bakar bin Hamid di Qasam, Jurdan
h. Alwi
keturunannya al-Alwi bin Hamid di Zhufar
7. Umar al-Muhdhar, wafat di Inat tahun 997 H, mempunyai
tiga orang anak laki:
a. Muhammad,
mempunyai dua orang anak dan keturunannya terputus.
b. Ali,
keturunannya di Bihan, Raudhah Bani Israil.
c. Abu Bakar,
keturunannya di Bihan, Khamur dekat Syibam, India, Du'an, Jawa.
8. Hasan, mempunyai seorang anak bernama: Ali, mempunyai
dua orang anak:
a. Hasan,
keturunannya di Inat dan Surabaya.
b. Ahmad,
kakek keluarga Abu Futhaim bin Abi Bakar bin Ahmad bin Hasan, keturunannya di
Jawa, India, Asia, Rahyah, Taribah.
9. Ahmad, mempunyai dua orang anak: Nasir dan Syech
(keturunannya di Inat, Sihir)
10. Soleh, mempunyai seorang anak bernama: Umar, keturunannya
di Baijan, Hajran, Dekat Qasam, Ghaizhoh, India, Jawa.
11. Ali, keturunannya di Sawahil, Saihut.
12. Syaichon, mempunyai dua orang anak, yaitu:
a. Abdullah, keturunannya di Rakhiyah, Wadi 'Ain,
India dan Surabaya.
b. Muhammad, keturunannya di Jawa.
13. Abdullah al-Asghor, mempunyai tiga orang anak laki:
a. Hadi keturunannya terputus.
b. Muhammad
c. Ali (keturunannya di Rahyah, Jurdan, Jawa)
Sumber:
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/
c. Ali (keturunannya di Rahyah, Jurdan, Jawa)
Sumber:
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar