“Ini, tulislah apa yang terjadi ditaman ini,” ucap Mawar sambil
menyodorkan sebuah buku catatan kepadaku.
“Mau kemana?” tanyaku
“Aku mau menggapai cita-citaku dinegeri seberang,” jelas Mawar
Dengan memaksa tetap mempertahankan segaris senyum dibibirku, “Semangat
ya, Aku akan disini berdoa apa yang menjadi keinginanmu.”
“Iya” jawab Mawar singkat.
“Jika kamu tak kunjung puas dengan semua yang kamu inginkan, datanglah
kemari, di suatu Senja Taman Mawar ini.” Tungkasku.
“Iya, Insyaa Allah,” katamu sambil
tersenyum “kita akan menulis cerita tentang suatu Senja Taman Mawar ini
bersama-sama”.
-----
oo -----
Musim kemarau makin ganas menerjang di Taman Mawar ini. Daun-daun yang
masih berjuang bertahan di rerantingan makin sempurna menguning. Sebagian besar
telah berjatuhan ke tanah. Sebagian lagi dihempaskan ke kolam, ke jalan setapak
hingga berserak memenuhi nyaris sekujur tubuh Taman Mawar ini.
Di sekitar taman, orang-orang melepas jaket mereka, dan duduk di bawah
pohon – pohon yang gagah berdiri. Menikmati nikmat oksigen yang dihasilkan oleh
hasil fotosintesis pohon-pohon yang
menaunginya. Tapi ada pula yang berjalan-jalan menggandeng pasangan mereka
menyusuri setiap jengkal taman mawar tanpa terusik oleh panasnya udara hari
ini.
Di bangku taman yang kering berwarna coklat, dibawah pohon dengan di
kelilingi deretan bunga mawar yang tertata rapi di taman mawar ini, aku masih
setia menunggumu, Mawar. Aku akan tetap setia menunggumu disini, dibawah
dekapan musim kemarau, yang panasnya membuat orang malas keluar rumah, atau
dibawah terpaan musim penghujan, yang airnya dihindari oleh setiap orang karena
dapat menyebabkan penyakit kata para dokter, hanya ingin mendengarkan suaramu
menceritakan suatu Senja Taman Mawar ini dan aku akan menuliskan semua yang
terucap dari lisanmu. Ya, Mawar, aku menantikan hal itu. Cerita tentang Senja
di Taman Mawar buatan kita berdua.
Kamu pasti akan datang kan, Mawar?
Kamu pasti akan datang memenuhi janjimu seratus hari yang lalu saat kita
duduk bersama di bangku taman yang kering berwarna coklat, dibawah pohon dengan
dikelilingi deretan bunga mawar yang tertata rapi.
Mawar pertiwi, berwarna merah
jambu, dan memiliki sedikit duri. Ya, itu jenis mawar yang sangat engkau sukai
dari berbagai jenis mawar yang ada di taman ini. “Warnanya sama seperti khimar yang aku pakai,” alasanmu kenapa
sangat menyukai mawar jenis pertiwi.
Aku mengangguk sependapat denganmu.
Diriku selalu tersenyum dan tak menghiraukan berapa lama kali aku datang
dan menantimu disini, di taman mawar ini, di bangku taman berwarna coklat,
dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga yang tertata rapi.
“Iya, Insyaa Allah,” katamu sambil tersenyum “kita akan menulis cerita
tentang suatu Senja Taman Mawar ini bersama-sama”.
Kalimat itu selalu berhasil yang membuat aku tersenyum dan semangat. Ya,
selalu berhasil, setiap saat.
Setiap menjelang senja aku selalu datang ke taman mawar ini. Sebuah taman
yang di huni berbagai jenis bunga mawar, mawar talitha, megawati, pertiwi, shananda, fortuna, putri dan yang
lainnya. Perbedaan warna diantara bunga mawar menjadikan indah bagi setiap pasang
mata yang memandang. Hmmt, perbedaan memang indah kala saling melangkapi.
Ah, Mawar ....
----oo-----
Lalu, saat arlojiku menunjuk angka setengah tiga sore, ku langkahkan
kakiku lebar – lebar. Melintasi samping bak sampak, menyapa lelaki penjaga
kebun yang umurnya kurang lebih 20 tahun lebih tua dariku, yang sudah kuhapal
betul kerut wajahnya telah dihajar masa dan topi hijau yang bertuliskan “Taman
Mawar”. Sesekali, kuhentikan langkahku di depannya sekedar menjawab tanya yang
sedari dulu tak pernah berubah. Seperti hari ini.
“Mawarmu belum datang juga?”
“Belum”
“Istiqomah betul kamu menunggunya.”
“Sebab aku yakin pasti dia akan datang memenuhi janjinya”
“Ojo nglokro”
“Insyaa Allah”
Kemudian aku meneruskan langkah-langkah panjang, menerjang hajaran terik
panas matahari. Kutekan topiku dalam-dalam menghalau silau sinar matahari.
Bukan, Mawar! Ini bukan aku ingin segera lari dari hajaran terik matahari
yang masih menyisakan udara panasnya. Bukan! Ini semata aku tak ingin
melewatkan secuil jejak pun dari proses lahirnya senja di bangku taman yang
kering berwarna coklat, dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga mawar
yang tertata rapi, yang kuyakin dari sanalah kau akan datang diam-diam dan
menutup mataku dari belakang, lantas kau duduk di samping ku dan memberikan
hadiah terindah, yaitu senyumanmu, Mawar.
----oo-----
Dalam hitungan kurang dari sepuluh menit, aku sudah duduk sempurna di
bangku taman berwarna coklat, dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga
yang tertata rapi. Lalu lalang penikmat taman mawar di sekelilingku, berbagai
macam aktifitas ada disini, ada yang foto-foto menciumi bunga mawar, pre-wedding, atau sekedar berjalan-jalan
menyusuri setiap jengkal taman mawar menggandeng pasangan mereka atau anak-anak
mereka.
Di kening langit, di ufuk barat, tepat dihadapanku, matahari telah
kehilangan ganas terik panasnya. Senja telah sempurna berkunjung taman mawar
ini, para penikmat taman mawar makin bertambah, menikmati senja taman mawar,
namun bayang-bayang Mawar pun belum terlihat.
Kuhela nafas dalam-dalam, kuhempaskan kuat-kuat. Lampu-lampu taman mulai
satu per satu menyala, menandakan senja taman mawar akan segera berakhir.
Dengan punggung berat aku bangkit meningkalkan bangku taman berwarna coklat,
dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga yang tertata rapi. Sepasang
kekasih datang kearahku, dengan sopan bertanya,
“Maaf mas, boleh saya tempati bangkunya?”
“Oh, silahkan.”
“Terima kasih.”
“Sama-sama.”
Dengan segaris senyum getir aku menyaksikan mereka sedang menikmati senja
taman mawar di bangku taman berwarna coklat, dibawah pohon dengan dikelilingi
deretan bunga yang tertata rapi, favoritku, eh bukan, favorit kita, Mawar.
----
oo -----
Kulangkahkan kaki perlahan menuju tengah taman mawar, yang disana
terdapat patung bunga mawar raksasa berwarna merah, dengan tinggi kurang lebih
5 meter. Di tengah taman mawar ini adalah tempat kau memilih bangku itu, Mawar,
yang menjadi tempat favorit kita saat ini.
Ah, kenangan.
Kuamati sekeliling taman mawar, yang kebetulan tengah taman mawar ini
tempatnya lebih tinggi. Kubidik DSLR menuju setiap sudut taman mawar yang masih
diselimuti orange sempurna senja.
Kusimak pelan-pelan hasil jepretanku. Satu. Dua. Tiga. Empat.
Tepat foto ke sepuluh, kuamati dalam dalam sesosok tubuh dengan balutan jilbab dan khimar merah muda seperti merah mudanya bunga mawar pertiwi. Mataku begitu mencengkram sosok
tubuh itu, yang tak asing lagi bagiku. Duduk sendiri di sebelah kanan sekitar
10 meter dari bangkuku tadi. sambil menatap lurus ke arah deretan bunga mawar
yang tertata rapi, memagut dagu.
Kamukah itu Mawar?
Kusimak lagi dan lagi foto sesosok tubuh wanita itu, wajahnya yang
terhalangi khimar yang dibentuk hijab segi empat. Bahasa tubuhnya berbicara
bahwa dia sedang menunggu seseorang.
Sekelibat senyum manis, terlihat. Ya, pasti itu Mawar, senyum itu, aku
kenal betul segaris senyum simpul itu.
Kukalungkan DSLR, lantas melangkah perlahan mengamatinya sedekat mungkin.
Baru langkah ke lima, aku terhenti. Seorang lelaki lebih dulu menghampirimu,
mencium pipimu dari belakang. Begitu mesra, lantas duduk disampingmu. Seperti
lelah membawa kepalamu, kau sandarkan dipundak lelaki itu. Angin senja
berhembus membelai sekujur tubuhku, mendadak lemas, seluruh otot-otot dalam
tubuhku seperti dipotong secara mendadak, kaki tak kuat menopang lagi tubuh
ini, lalu bersimpuh dan tertunduk.
“Mawar, apa kau lupa akan janjimu dulu?” gumamku dalam hati, dengan
menahan gemuruh badai dalam dada “apa kata ‘bersama’ itu lelaki itu bukan aku?
Para peneliti menemukan bahwa jatuh cinta hanya membutuhkan waktu sekitar
seperlima detik. Mencintaimu memang bisa secepat itu, tp melupakanmu...?
Apa doaku pada Tuhan setiap malam agar aku tetap setia menunggumu di
bangku taman berwarna coklat, dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga
yang tertata rapi serta berdoa agar hatimu tetap teringat akan janji-janimu tak
berguna? Tidak, Tuhak tidak pernah mengecewakan hambanya yang telah berdoa.
Kata para kyai, “bila kau seolah tak tertolong oleh doa-doa yang kau lantunkan
kepada Tuhanmu, cukuplah doa itu menjadikan tenang hatimu. Karena kau Tuhan
dekat kepadaNya”
Aku kembali tersenyum, lalu bangkit dan melangkah gontai menuju pintu
keluar taman mawar, “terima kasih Mawar, telah mengajarkan cara mencintai yang
baik, yang menuntun kepada kesetiaan.”
Tapi kesukaanku menanti senja di bangku taman berwarna coklat, dibawah
pohon dengan dikelilingi deretan bunga yang tertata rapi akan terus berlanjut,
mengais seluruh kenangan yang telah terprastasikan sempurna bangku taman
berwarna coklat, dibawah pohon dengan dikelilingi deretan bunga yang tertata
rapi. Aku percaya dan yakin, rencana Tuhan lebih baik daripda rencan setiap
insan manusia. Ya, sangat yakin akan hal itu.
Dering bunyi handphone memberhentikan langkahku sejenak, sebuah massage masuk dari nomor asing, “Hey,
akhir bulan ini aku pulang, tunggu aku di bangku taman berwarna coklat, dibawah
pohon dengan dikelilingi deretan bunga yang tertata rapi. Sisakan beberapa
lembar dibuku catatan itu, aku akan mengisinya. Mawar”
Alhamdulillah
Sukoharjo, 06 – 07 November 2014
0 komentar:
Posting Komentar