Rabu, 29 Oktober 2014

Menghapus List Perjalanan Tamasya Diri

Perjalanan terakhirku ke luar daerah tempat aku tinggal adalah mendaki Gunung Sumbing, Wonosobo, Jawa Tengah. Awal perjalanan mengasikkan, rencana begini-begitu kalo sampai puncaknya. Eh, tapi, hanya sampai Pestan 2437 mdpl. Kecewa? Pastilah!

Pada waktu pulang pun hal yang mengecewakan pun kembali terulang. Diantara kawanku cekcok, anatara pulang duluan dan menunggu salah satu teman kami yang melanjutkan ke Puncak. ah! sial, perjalanan apaan nih, kalau taunya begini mending Minggu pagi aku ke Darul Qur'an Sukoharjo bertamasya hati.
--------------
Saat dirumah, seperti biasa yang kulakukan saat malam mendekap seluruh wilayah di Dk. Daplangu RT 02 RW 03 aku membuka kembali catatan perjalanan yang telah kurencanakan, Kota Tua, Karimun Jawa, mendaki Gunung-Gunung lain dan seabrek lainnya, kupandangi dan diam merenungi.

Hmmt. Manfaatnya apa ini buatku? Kesenangan untuk diriku pasti itu, tapi tentang Ketenangan, apa bisa ku peroleh saat pulang?. Padahal Habib Syech bilang "Carilah Ketenangan bukan Kesenangan". Tertunduk malu aku mengingat kalimat itu. Aku memang niat untuk Tadabur Alam, tapi setelah sampai ditempat tujuan? Hah! hilang semua niat itu! Taek tenan, ternyata aku baru cuman bisa ngomong tog!.


Tapi berbeda dengan saat aku datang ke luar daerah untuk Majelis, memang tak ada sunrise orange menakjubkan mata, deburan ombak yang bergemuruh, ataupun padang sabana yang hijau membentang. Tapi, disitu ada senyum para ulama yang dapat mengalahkan itu semua, ilmu yang sampai aku pulang kerumah atau sampai aku pulang ke hadapanNya bisa aku bawa.

"Yo, koe saiki mulai nyelengi yen pengen ndang rabi, ojo dolan terus". gumam ibuku saat bernego-nego denganku, aahhh tertampar telak! 

"Le, ra usah dolan-dolan maneh, ngentekno duit, beras'e meh entek lho". keluh simbok yang halus mengingatkan.

"Mas, kemarin kemana kok ndak ngajar?" tanya anak-anak TPA. kembali diingatkan

Sepertinya benar-benar aku harus benar-benar mempersiapkan masa depanku, harus benar-benar mempersiapkan, bukan basa basi, bukan cuman ngomong. Aku harus rela membenamkan masa mudaku, ada tanggung jawab yang lebih besar menanti. Harus makin rajin ke Majelis, banyak hal yang belum aku ketahui. 
-------------
"Kapan nikah?"

""Belum tau, belum ada modal"

"Niat nikah ada?"

"Ada"

"Tapi percuma niat tog, niat tanpa usaha sama juga bohong. Ingat uang ndak begitu aja jatuh dari langit dengan semua ibadahmu yang masing compang camping kayak gombal ditambal-tambal. Ikhtiar haruslah ada sebagai syarat agar Sunatullah memunculkan modal itu terpenuhi."

"Kok gitu?"

"Ya iyalah, katamu kau niat nikah sebelum usiamu menginjak 25 tahun, tapi diusiamu sekarang? Berapa usiamu?"

"21 tahun"

"Nhah 21 tahun bro, berarti kamu cuma punya cukup waktu 2-4 tahun lagi untuk mempersiapkan mental dan modal mu nikah kelak. Ndak cuman itu, setelah menikah masih banyak tanggung jawab besar. Kalau kamu sekarang cuman menghabiskan waktu mu untuk menyenangkan dirimu tanpa memikirkan tentang besok yang akan datang, bagaimana membimbing Istrimu, mendidik anak-anakmu, memberi nafkah halal bagi mereka bagaimana, pastilah nyesel akan datang."

"Ah cuman sekali ini aja kan, aku pengen banget ke (sana)"

"Berapa biayanya?"

"sekitar Rp. 700.000 - Rp. 1.000.000"

"hahaha, lebih milih itu? biaya nikah sekarang Rp. 600.000,- lebih murah"

"nanti kan bisa nyari lagi?"

"kamu nyakin Allah akan membukakan pintu lagi?"

"Ya, nggak sih"

"Capek-capek ngumpulin untuk senang bentar dan untuk pamer aku pernah ke (sana). Manfaatnya apa coba. Gunakan untuk hal yang Allah bener-bener ridho lah, udah ke Majelis masak ndak bisa nimbang nimbang mana yang lebih manfaat sih?"

"Bukannya Allah Maha Kuasa? Jadi, bisa aja, dong, Allah melimpahkan apa pun pada siapa pun sebagai sifat Maha Kuasa-Nya? Tuh kan juga ada kisah tentang Allah memasukkan surga seseorang gara-gara memberikan minum pada seekor anjing yang kehausan? Itu kan tanda Kuasa Allah, kan?” 

"Iya. Bisa banget. Itu Hak Prerogatif-Nya! Tapi, siapa ente coba di depan Allah? Kok pede banget gitu merasa bakal dipilih oleh Allah sehingga main pasrah-pasrahan gitu? Kita nggak pernah tahu apakah saya, kau, atau dia yang dipilih oleh Allah berdasar prerogatif kemahakuasaan-Nya. So, memasrahkan nasib dan masa depan pada ketidaktahuan sejenis itu jelas adalah kekonyolan belaka, to?"
Hah, sejak saat itu, benar-benar tertampar keras oleh nasihat kawan di Majelis. Terima Kasih Ya Allah telah mengingatkan hamba. 
Mempersiapkan diri bukan basa-basi, harus ada tindakan pasti, bukan cuman menanti.
Adziz, kamu harus sadar diri, perjuangan memang harus ada yang dikorbankan
Tapi untuk sesuatu yang lebih besar, relakan, dan teruslah di jalan yang benar
Hadirkan Allah dalam setiap tindakan, Contoh Rasulullah saat melakukan
Insyaa Allah, hajat yang kau idamkan akan segera terkabulkan.


Hitech-Net, 29 Oktober 2013
Adziz bin Gino
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar