Senin, 18 Mei 2015

Gerutu Doa



Ya Allah, dia gadis yang baik. Jadikan dia kekasih-Mu, tanamkan berjuta benih cinta dihatinya kepada-Mu, agar setiap gerak dan langkahnya dapat meniru utusan-Mu yang teragung, Nabi Muhammad SAW. Hingga terbimbimlah semua apa yang akan dia lakukan dan katakan. Kalau bukan kepada-Mu wahai Dzat yang Maha Pengasih, kepada siapa lagi hamba merintihkan ketidakmampuan hamba ini.
Bentang garis kehidupan ini telah nyaris sempurna dilalui olehnya. Suka dan duka rasa-rasanya telah dia lahap dengan ketangguhan jiwa yang luar biasa. Sebagai seorang laki-laki diriku telah dikalahkan telah oleh dirinya. Semangat untuk menjadi seorang “Khadijah” jelas tergambar dari sorot matanya yang teduh, senyumnya yang menentramkan jiwa, dan lembut caranya menyentuh.

Aku hanya mencoba memposisikan diri agar terlihat mirip dengan tindak-tanduknya. Mirip, hanya sekedar mirip. Namun kadar beban tentulah lebih berbobot dengan apa yang dia tanggung.
Semisal, dia bekerja duduk berjam-jam di sebuah kantor, aku mencoba menyamainya walau dudukku di sebuah warnet. Dia bolak-balik dari majelis menuntut ilmu agama, aku pun mencoba melakukan hal yang sama. Lelah matanya menatap buku-buku kuliah, aku mulai membeli buku-buku agar lelah matanya dapat pula kurasakan. Otaknya berpikir begitu keras untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah, yang kadang membuat turun semangatnya. Aku mencoba menyamai dengan menulis cerpen, esai dan artikel untuk dirikim ke media masa atau media online, walaupun selalu ditolak. Dia jauh dari orang tua dan adik-adiknya, pun sama dengan yang kurasakan.
Kusadari dia di sana akan sulit berrekreasi sekedar melepas penat, karena di sana, tirai gedung-gedung pencakar langit terlalu padat. Harus menempuh jarak yang cukup jauh bila ingin melihat debut ombak atau hijaunya pohon tanpa terhalangi oleh congkaknya gedung-gedung pencakar langit itu. Aku memahami dan mengerti akan hal itu. Disini aku pun putuskan untuk mengurangi pergi rekreasi dan memilih di rumah menulis kerinduan kepadanya. Kalaupun aku sedang pergi rekreasi, entah kenapa pikiranku selalu berkata, “Apa yang sekarang dia lakukan sekarang? Apakah melakukan seperti yang aku lakukan sekarang?”.
Ah, betapapun yang kulakukan tentulah tak sepadan dengan letih yang dideranya. Aku hanya ingin ikut sedikit merasakan keletihannya. Mana bisa aku tertawa lepas, namun nun jauh disana dia sedang berjuang keras.
Keringat dan airmatanya terlalu berharga jika hanya menetes dan raib ditelan di permukaan bumi. Sering aku berimajinasi mengusap keringat di dahinya dan linang air matanya dengan tanganku sendiri, agar getir letih perjuangannya menyatu dengan peluhku. Hingga dapat benar-benar kurasakan lebih mendalam apa yang dia rasakan.
Duhai Allah, Engkau Maha Tahu. Jadikan setiap bulir tetes air mata yang telah mengembun menjadi penghapus segala dosa-dosanya dan menjadi pembersih kotoran di hatinya. Jadikan keringat yang telah menguap ke angkasa sebagai peninggi derajatnya di sisiMu.
Oh Tuhanku, Engkau yang maha pengabul segala doa. Sekali lagi, Ya Allah, jadikan dia kekasih-Mu.


Ditulis saat genderang binatang malam mulai riuh jelas terdengar, di dukuh Dapalangu tanggal 17 Mei 2015.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar