BERKIRIM-KIRIMAN SURAT
Tenggelamnya Kapal van der Wijck (BUYA HAMKA)
Surat yang Ketiga
Sahabatku Hayati!
Sebagai kukatakan
dahulu, lebih bebas saya menutis surat dari pada berkata-kata dengan engkau.
Saya lebih pandai
meratap dalam surat, menyesal dalam surat, mengupat dalam surat. Karena
bilamana saya bertemu dengan engkau, maka matamu yangsebagai bintang Timur itu
senantiasa menghilangkan susun kataku.
Sebelum bertemu, banyak
yang teringat, setelah bertemu semuanya hilang, karena kegembiraan pertemuan
itu telah menutupi akan segala ingatan.
Inilah suratku yang
ketiga. Dan alangkah beruntungnya peraaan hatiku jika beroleh balasan, padahal
sepucuk pun belum pernah engkau balas. Tahu saya apa jadi sebabnya Bukan
lantaran engkau tak dapat mengarang surat.
Sebagai engkau katakan,
tetapi hanyalah lantaran engkau masih merasa sebagaimana kebanyakan perasaan
umum pada hari ini, bahwasanya berkirimkiriman surat percintaan itu adalah aib
dan cela yang paling besar, cinta palsu dan bukan terbit dari hati yang mulia.
Tapi, Hayati
perasaansaye lain dari itu. Yaitu kalau perasaan hati itu hanya disimpan-simpan
saja, tidak diutarakan dengan kejujuran, itulah yang bemama cinta palsu, cinta
yang tidak percaya kepada diri sendiri.
Rasanya lebih aib dan
lebih cela anak perempuan yang sengaja menekur-nekurkan kepalanya jika melihat
seorang laki-taki, tetapi setelah selendangnya dibukanya, dia mengintip orang
lalu lintas dari celah dinding. Dengan surat-surat kata belajar berbudi halus.
Dalam susunan
suratsurat dapat diketahui perkataan-perkataan yang pepat di luar, pancung di
dalam. Dengan suratsurat dapat diketahui dalam dangkalnya budi pekerti manusia.
Bacalah, dan bacalah
suratku ketiga-tiganya. Adakah di sana terdapat saya berminyak air, mencoba
menarik-narik hati? Bagi saya meskipun perjalanan cinta yang akan kita tempuh
itu takkan hasil, surat itu sudah cukuplah untuk menguji budi saya, Kirimlah
surat kepadaku tanda jujurmu.
Tanda benar-benar
engkau hendak membela diriku. Kirimlah, dan janganlah engkau takut bahwa sum
ini akan saya jadikan perkakas untuk membukakan rahasiamu jika temyeta engkau
mungkir atau tak sanggup memenuhi janji Hayati!
Lapangan alam ini amat
luas, dan Tuhan telah memberi kita kesanggupan mengembara di dalam lapangan
yang luas itu. Maka jika kita beruntung, dan Allah memberi izin kita hidup
sebagai suami dan isteri, adalah surat-surat itu untuk mematrikan cinta kita,
jadi pengobat batin di dalam mendidik anak-anak.
Tetapi kalau kiranya
pertemuan nasib dan hidup kata tidak beroleh keizinan Tuhan sejak darn
azali-Nya, adalah pula surat-surat itu akan jadi peringatan dari dua orang
bersahabat atas ketulusan mereka menghadapi cinta, tidak terlangkah kepada
kejahatan dan adak melanggar peri kesopanan.
Jangan engkau
berwas-was kepadaku Hayati, mengirimkan suratmu. Surat-suratmu akan kusimpan
baik-baik, akan kujadikan azimat tangkal penyakit, tangkal putus pengharapan.
Dan hilangkanlah sangka burukmu itu, takut suratmu jika kujadikan perkakas
membusuk-busukkan namamu.
Ah, mentang-mentang
saya seorang anak orang terbuang, orang menumparg dinegeri ini, tidaklah sampai
serendah itu benar budiku.
Suratmu, Hayati; sekali
lagi suratmu.
Zainuddin.
0 komentar:
Posting Komentar