Senin, 04 Mei 2015

Cerita Penulasan Hutang

Di malam ini. Bukan. Bukan hanya malam ini. Namun setiap malam. Sepanjang malam. Setiap tulisanmu selalu aku menungguinya. Kutunggui dengan penuh sabar seperti aku setiap harinya menunggui ampas kopi untuk mengendap. Meski setiap kali menengok ke blog atau twitter aku harus kembali termenung dengan sedikit merasa kecewa, karena tiada tulisan yang baru. Kalaupun ada tiada cerita yang menjadi penenang gemuruh rinduku.
Tapi adanya bingkai senyummu selalu berhasil menampik segala kekecewaan. Menginjak segala keraguan. Namun tidak untuk mengusir gemuruh rindu yang meronta hebat. Yang sedikit pun tiada berbelas kasihan kepda jiwa yang nyata-nyata lemah. Tubuh bolehlah tegap berdiri, menorehkan senyum di khalayak umum, namun jiwa tetaplah berlinang air mata.
Aku menulis ini bagaikan menggunakan tinta dari air mata, yang aku wadahi dalam pena keteguhan doa.

Namun dari semua itu aku terus belajar dan belajar. Dari buku, kisah dan tausiah. Lebih-lebih ketika mendengar tausiah dari Habib Naufal dalam rutinan Majelis Ar Raudhah jum’at kemarin. Bahwa begitulah cara berjalannya sebuah cinta. Begitulah benang merah serta nasib pecinta. Pecinta haruslah berjalan dalam titihan benang rindu. Geraknya haruslah seimbang. Haruslah tahu porsi-porsinya. Agar sampai pada tujuan cinta yang abadi.
Yang kesemuanya porsi cinta tetaplah kepada Allah, Tuhan yang Maha Cinta. Dari Allah, cinta telah dibagikan, kepada Utusan-Nya, kepada orang tua, dan Insyaa Allah kepadamu.
Aku belajar dan terus belajar, menjaga dan memainkan peran dengan sebaik mungkin. Semampuku. Sebisaku. Sesuai kemampuan ilmu yang aku peroleh. Aku pun sangat percaya bahwa dirimu pun begitu.
Maaf jika tulisanku ini mengganggumu atau bahkan menyinggungmu. Yang sebenarnya tiada sedikit pun aku berniat untuk itu. Aku hanya ingin membayar hutang-hutangku kepdamu yang ternyata masih banyak aku menunggaknya. Belum terlunasi.
Engkau selalu meminta aku untuk bercerita, bukan? Ini adalah ceritaku yang kutulis tadi malam. Semoga ini bisa membayar salah satu hutangku kepadamu. Untuk hutangku yang lain, Insyaa Allah, satu per satu aku akan melunasinya.
Setelah membaca tulisan singkat ini, tak usah terlalu memaksakan dirimu untuk menulis sesuatu untuk aku baca di keheningan malam. Tugas dan pekerjaanmu yang lebih penting masih seabrek. Mengerjakan TA, urusan kantor, customer yang kada nyebelin, bos yang kadang cerewet seperti ocehan burung, dan yang lainnya. Sangat banyak, aku tahu dan aku mengerti akan hal itu. Dan beberapa hal lain, yang tidak bisa aku menuliskannya disini.
Semoga dirimu senantiasa dihujani rahmat oleh Allah. Dijadikan kekasih olehNya. Sehingga terbimbing dan diridhoi apapun yang engkau lakukan.
Hmmt, oh ya.
Selain bingkai senyummu, hal yang selalu berhasil membuatku tenang adalah ketika engkau berkata lewat WA “Aku rindu kamu by”. Ya, itu lebih lebih menenangkan daripada emot yang senantiasa membisu.
Habibaty. Terima kasih. Miss you...

Adziz bin Gino
Sukoharjo, 03 Mei 2015

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar