Untaian hikmah pertama:
بسطك كى لايبقيك مع القبض وقبضك كى لايتركك مع البسط وأخرجك عنهما كى لاتكون لشيء دونه
“Dia memberimu kelapangan
agar engkau tidak terus berada dalam kesempitan. Sebaliknya, Dia
memberimu kesempitan agar tidak terus berada dalam kelapangan. Lalu Dia
mengeluarkanmu dari keduanya agar tidak tergantung kepada selain-Nya”
Dia sengaja menghadirkan dua keadaan
silih berganti dalam diri manusia yaitu dengan diberikan kelapangan dan
kesempitan. Allah Swt ingin membuat manusia sadar bahwa ada Dia yang
mengatur hidup. Pada saat bahagia, Allah Swt hadir dengan sentuhan
kelapangan dan sebaliknya pada saat sedih, Allah Swt menyentuh dengan
kesempitan. Ini berkaitan dengan sifat Jalaliah dan Jamaliah-Nya, maka
sebagai manusia seyogyanya belajar dari dua keadaan itu. Orang yang cerdas tidak akanmenjadikan selain-Nya sebagai pusat perhatian, tidak peduli lapang dan sempit, hatinya tetap kepada sang Pemilik.
Apa hubungan untaian hikmah tersebut
dengan perilaku Hakim? Tentu saja ada hubungannya. Hakim sebagai “wakil
Tuhan” di muka bumi dalam menegakkan hukum-hukum-Nya, juga tidak
terlepas dari kodratnya sebagai manusia biasa. sebagai penegak hukum,
seorang hakim dituntut menyelenggarakan peradilan dengan bersih,
professional, jujur, dan adil. Sebaliknya, sebagai manusia, dia juga
tidak terlepas dari dua keadaan – sempit dan lapang – yang merupakan
ujian dalam melaksanakan tugasnya sebagai hakim.
Mutasi adalah hal yang pasti terjadi dan
wajar, kadang mutasi dianggap sebagai sesuatu yang “menakutkan” bagi
yang ditempatkan di tempat yang terpencil, dan kadang pula sesuatu yang
“membahagiakan”, karena dengan adanya mutasi, seorang hakim dapat
“belajar” – belajar adat istiadat setempat dan hubungannya dengan
penerapan hukum – ketika seorang hakim yang dulunya bekerja di
Pengadilan Agama yang ramai dan di sana segala kebutuhan terpenuhi –
ingin ke Mall ada Mall, ingin membeli buku-buku hukum, Gramedia sudah tersedia, belanja dengan menggunakan kartu kredit
karena fasilitasnya mendukung, mau beli keperluan dapur, tidak perlu ke
pasar-pasar yang becek, karena sudah tersedia Hypermart atau
sejenisnya. Sungguh kehidupan yang “enak” dipandang mata. Ketika TPM
tiba, dia kemudian dimutasi ke tempat “terpencil”, segala pernak-pernik
hidup pun mulai berubah, mau beli buku-buku harus memesan dulu,
berhari-hari bahkan mungkin berminggu-minggu, ingin membeli keperluan
rumah tangga, harus masuk ke pasar tradisional, mau beli makanan,
terpaksa nongkrong di warung pinggiran jalan, yang konon katanya seorang
hakim tidak boleh nongkrong karena menyalahi kode etik PPH.
Keadaan-keadaan tersebut apakah akan
membuat seorang hakim kehilangan jatidirinya? Tentu saja tidak, dengan
syarat apabila seorang hakim dapat menyadari tugas pokoknya sebagai
penyelenggar peradilan dan kodratnya sebagai manusia yang sudah ada yang
mengatur. Hal-hal tersebut adalah bentuk “KENIKMATAN” yang tiada
duanya, tidak bisa diukur dengan materi, maka oleh sebab itu, nikmatilah
dan bersyukurlah dengan keadaan sekarang. Janganlah suatu keadaan yang
“sempit” membuat lupa diri. Tetap konsentrasi dalam melaksanakan tugas. Nanti Tuhan Tolong (NTT).
Untaian hikmah kedua:
العارفون إذا بسطوا أخوف منهم إذا قبضوا, ولايقف على حدود الأدب في البسط إلا قليل
Kaum
arif lebih khawatir ketika diberi kelapangan daripada ketika diberi
kesempitan. Yang bisa menjaga adab pada saat berada dalam kelapangan
hanyalah sedikit.
Jangan memilih bila hatimu belum
terlatih. Biarkan Allah memberimu kelapangan, sebagaimana Allah
memberimu kesempitan. Meski engkau dituntut untuk memeprbaiki perilakumu
dalam setiap keadaan. Berhati-hatilah dengan kelapangan, sebab ia bisa
menghancurkanmu. Pada saat lapang (bahagia, sukses, kaya, menjadi
pemimpin) manusia dapat berbuat apa saja.
Berdasarkan untaian hikmah tersebut,
biasanya manusia terlena karena telah diberi kelapangan, begitu juga
dengan seorang hakim, sebagai manusia biasa ketika diberi kelapangan dan
persediaan yang serba cukup, ia sering lalai, bergaul kurang terkontrol
yang pada akhirnya menyebabkan dirinya “celaka”. Masih hangat dalam
ingatan, ada oknum hakim yang terjerat kasus narkoba, kasus perempuan,
kasus suap dan lain sebagainya. Hal tersebut karena kurangnya pengawasan
terhadap dirinya. Apa hubungannya contoh tersebut dengan untaia hikmah
di atas? Tentu ada. Ketika orang berada dalam kesempitan, misalkan di
tempatkan di suatu daerah yang apabila memerlukan sesuatu harus
mencurahkan pikiran, tenaga bahkan keuangan. Orang tersebut tentu akan
lebih dapat memanagenya, apa yang diperlukan, itulah yang diutamakan,
sehingga dengan kebiasaan manajemen tersebut secara tidak langsung
dirinya telah terlatih untuk mengontrol emosi dan nafsunya.
0 komentar:
Posting Komentar