Rabu, 21 Mei 2014

TAK TERHIMPIT TATKALA SEMPIT

 


Untaian hikmah pertama:

بسطك كى لايبقيك مع القبض وقبضك كى لايتركك مع البسط وأخرجك عنهما كى لاتكون لشيء دونه
“Dia memberimu kelapangan agar engkau tidak terus berada dalam kesempitan. Sebaliknya, Dia memberimu kesempitan agar tidak terus berada dalam kelapangan. Lalu Dia mengeluarkanmu dari keduanya agar tidak tergantung kepada selain-Nya”

Dia sengaja menghadirkan dua keadaan silih berganti dalam diri manusia yaitu dengan diberikan kelapangan dan kesempitan. Allah Swt ingin membuat manusia sadar bahwa ada Dia yang mengatur hidup. Pada saat bahagia, Allah Swt hadir dengan sentuhan kelapangan dan sebaliknya pada saat sedih, Allah Swt menyentuh dengan kesempitan. Ini berkaitan dengan sifat Jalaliah dan Jamaliah-Nya, maka sebagai manusia seyogyanya belajar dari dua keadaan itu. Orang yang cerdas tidak akanmenjadikan selain-Nya sebagai pusat perhatian, tidak peduli lapang dan sempit, hatinya tetap kepada sang Pemilik.
Apa hubungan untaian hikmah tersebut dengan perilaku Hakim? Tentu saja ada hubungannya. Hakim sebagai “wakil Tuhan” di muka bumi dalam menegakkan hukum-hukum-Nya, juga tidak terlepas dari kodratnya sebagai manusia biasa. sebagai penegak hukum, seorang hakim dituntut menyelenggarakan peradilan dengan bersih, professional, jujur, dan adil. Sebaliknya, sebagai manusia, dia juga tidak terlepas dari dua keadaan – sempit dan lapang – yang merupakan ujian dalam melaksanakan tugasnya sebagai hakim.

Mutasi adalah hal yang pasti terjadi dan wajar, kadang mutasi dianggap sebagai sesuatu yang “menakutkan” bagi yang ditempatkan di tempat yang terpencil, dan kadang pula sesuatu yang “membahagiakan”, karena dengan adanya mutasi, seorang hakim dapat “belajar” – belajar adat istiadat setempat dan hubungannya dengan penerapan hukum – ketika seorang hakim yang dulunya bekerja di Pengadilan Agama yang ramai dan di sana segala kebutuhan terpenuhi – ingin ke Mall ada Mall, ingin membeli buku-buku hukum, Gramedia sudah tersedia, belanja dengan menggunakan kartu kredit karena fasilitasnya mendukung, mau beli keperluan dapur, tidak perlu ke pasar-pasar yang becek, karena sudah tersedia Hypermart atau sejenisnya. Sungguh kehidupan yang “enak” dipandang mata. Ketika TPM tiba, dia kemudian dimutasi ke tempat “terpencil”, segala pernak-pernik hidup pun mulai berubah, mau beli buku-buku harus memesan dulu, berhari-hari bahkan mungkin berminggu-minggu, ingin membeli keperluan rumah tangga, harus masuk ke pasar tradisional, mau beli makanan, terpaksa nongkrong di warung pinggiran jalan, yang konon katanya seorang hakim tidak boleh nongkrong karena menyalahi kode etik PPH.
Keadaan-keadaan tersebut apakah akan membuat seorang hakim kehilangan jatidirinya? Tentu saja tidak, dengan syarat apabila seorang hakim dapat menyadari tugas pokoknya sebagai penyelenggar peradilan dan kodratnya sebagai manusia yang sudah ada yang mengatur. Hal-hal tersebut adalah bentuk “KENIKMATAN” yang tiada duanya, tidak bisa diukur dengan materi, maka oleh sebab itu, nikmatilah dan bersyukurlah dengan keadaan sekarang. Janganlah suatu keadaan yang “sempit” membuat lupa diri. Tetap konsentrasi dalam melaksanakan tugas. Nanti Tuhan Tolong (NTT).


Untaian hikmah kedua: 

العارفون إذا بسطوا أخوف منهم إذا قبضوا, ولايقف على حدود الأدب في البسط إلا قليل
Kaum arif lebih khawatir ketika diberi kelapangan daripada ketika diberi kesempitan. Yang bisa menjaga adab pada saat berada dalam kelapangan hanyalah sedikit.

Jangan memilih bila hatimu belum terlatih. Biarkan Allah memberimu kelapangan, sebagaimana Allah memberimu kesempitan. Meski engkau dituntut untuk memeprbaiki perilakumu dalam setiap keadaan. Berhati-hatilah dengan kelapangan, sebab ia bisa menghancurkanmu. Pada saat lapang (bahagia, sukses, kaya, menjadi pemimpin) manusia dapat berbuat apa saja.
Berdasarkan untaian hikmah tersebut, biasanya manusia terlena karena telah diberi kelapangan, begitu juga dengan seorang hakim, sebagai manusia biasa ketika diberi kelapangan dan persediaan yang serba cukup, ia sering lalai, bergaul kurang terkontrol yang pada akhirnya menyebabkan dirinya “celaka”. Masih hangat dalam ingatan, ada oknum hakim yang terjerat kasus narkoba, kasus perempuan, kasus suap dan lain sebagainya. Hal tersebut karena kurangnya pengawasan terhadap dirinya. Apa hubungannya contoh tersebut dengan untaia hikmah di atas? Tentu ada. Ketika orang berada dalam kesempitan, misalkan di tempatkan di suatu daerah yang apabila memerlukan sesuatu harus mencurahkan pikiran, tenaga bahkan keuangan. Orang tersebut tentu akan lebih dapat memanagenya, apa yang diperlukan, itulah yang diutamakan, sehingga dengan kebiasaan manajemen tersebut secara tidak langsung dirinya telah terlatih untuk mengontrol emosi dan nafsunya.

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar