Siapa yang mengenal Allah Swt ia menyaksikanNya dalam segala hal. Dan
siapa yang fana’ padaNya, ia sirna dari segalanya, dan siapa yang
mencintaiNya tak akan pernah memprioritaskan selain Dia.”
Sang arif senantiasa memandang segalanya ada di sisiNya dan bagiNya,
lalu ia tidak melihat yang lain kecuali Dia. Bagaimana ia melihat yang
lain, --pasti mustahil-– ketika ia sedang melihatNya?
Sebuah syair menyebutkan:
Sejak daku mengenal Tuhan
Aku tak melihat yang lain
Begitu jua yang lain tak tampak
Sejak aku berpadu denganNya
Tak ada ketakutan pada diriku
Hari ini, sungguh aku telah sampai
Sejak daku mengenal Tuhan
Aku tak melihat yang lain
Begitu jua yang lain tak tampak
Sejak aku berpadu denganNya
Tak ada ketakutan pada diriku
Hari ini, sungguh aku telah sampai
Syeikh Zarrug menegaskan, ma’rifat adalah mewujudkan kema’rifatannya
sesuai dengan keagungan yang dima’rifati (Allah Swt). Sehingga
perwujudan hakikat itu, membuat seakan-akan menjadi sifat baginya, tidak
bergerak dan tidak berpindah. Gerak-geriknya tidak berjalan kecuali
menurut aturannya. Maka pada saat itulah hatinya tegak setiap waktu dan
dalam kondisi apa pun. Maka menyaksikan Allah azza wa-Jalla mengarahkan
pada rasa fana’ di dalamnya, secara total kembali padaNya.