"Seseorang harus tetap hidup agar bisa terus menikmati tetes airmata."
Beginilah proses kehidupan. Setiap jengkal yang dilewati- kesedihan, kekecewaan, kegetiran, duka, derita, airmata, tangis, termasuk juga kebahagiaan, tawa, riang, gembira, dan seluruh perasaan yang pernah kita alami- hakikatnya cuma untuk mempersiapkan sebuah akhir hayat kita kelak. Dan kemana kita akan kembali.
Sungai yang panjang, berkelok, berliku, penuh terjal- arusnya selalu bergerak dan mengarah ke satu muara. Kita sungai itu dan muara siapakah muaranya? Silahkan tanya hati masing-masing. Bilamana yang kita tuju adalah sebuah gunung, maka untuk mencapai sana kita harus menempuh tebing, jurang, lereng yang terjal. Perjalanan yang meletihkan.
Setiap yang matang selalu berangkat dari mentah. Ia terlibat dalam proses untuk menjadi matang. Gandum ditumbuk dan dibakar agar menjadi roti. Padi dirontokkan, disekam dan digiling agar menjadi beras. Bukhur haruslah dibakar agar tercium aroma wanginya. Mungkin sering dari kita dihantam kesedihan dan dilibas kegetiran agar kita benar-benar telah siap dipertemukan dengan tujuan kita di awal langkah.
Logika mudahnya, seseorang belum bisa dikatakan sebagai orang yang sabar, bilamana dia belum di uji ketahanannya menahan amarah saat sedang dibrondong caci maki orang yang super dladuk ngeselin. Begitupun dengan keimanan, kedermawanan, kesetiaan dan lain sebagainya. Kesemuanya ada team penguji masing-masing.
Begitu pun dengan halnya cinta...
Cinta yang kini sedang berlangsung adalah hasil dari seluruh antah-berantah yang telah kita alami. Cinta kita pada seseorang adalah akumulasi dari sekian macam kepayahan dan daya upaya.
Cinta yang tercipta dari kegetiran dan kesedihan yang sudah damai terbaring di masa lalu. Cinta yang telah kembali bangkit dari makam dan kini ia bersimpuh di hadapan Tuhan menanti disampaikan keharibaan seseorang.
Seseorang yang hatinya telah tertanam cinta, tidak pernah keberatan menunggu siapa pun berapa lama pun selama masih ia mencintainya.
Bunga cinta akan terlihat keindahannya bila telah dimekarkan oleh kekuatan rindu. Rindu adalah sebuah kekuatan yang akan terus menjaga bunga cinta tetap pada mekar pesona indahnya. Rindulah yang memberi macam-macam wewangi pada sebuah bunga cinta. Bunga tetaplah bunga, wewanginya adalah rindu.
Ah rindu. Cinta tetap pada kesuciannya, kadang kala memang rindu tak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Maka banyak kita dapati bermacam-macam bunga yang indah, namun kadang kalah aromanya yang seindah bentuknya. Tetapi, bagaimanapun ia tetaplah bunga.
Memang, rindu sering kali memaksa untuk kembali mengajak pikiran kita mengenang segala hal tentang masa lalu. Dan adakah yang bisa memahami kerinduan yang menetes pelan dari pelupuk mata?
Ada yang bisa menerjemahkan degup jantung yang mendadak tak teratur karena batin bekerja lebih keras memikirkan seseorang?
---- oo ----
Saya memanglah seorang bajingan. Semua orang tahu. Pun saya sadar akan hal itu. Dan apakah hanya karena aku bajingan lalu tak berhak merindukan seseorang?
Anjing kurap tak menginginkan menjadi anjing kurap. Babi kudisan tak menginginkan menjadi babi kudisan. Tapi Tuhan yang menciptakan sehingga menjadi seperti itu. Kalian mencela anjing kurap, menistakan babi kudisan sama artinya kalian mencela Tuhan yang membuat seperti itu.
Lalu, apakah kalian berani mencela Tuhan hanya karena bajingan seperti aku merindukan seseorang? Taruhlah apa yang saya lakukan ini adalah sebuah kesalahan. Kenistaan. Atau terserah apa yang akan kalian katakan. Tapi apakah karena hal itu lalu aku berhak mempermainkan perasaan seorang seseorang? Dengan langkah tegap membusungkan dada lalu pergi melangkah meninggalkan dengan beribu dalil agama? Pasrah dengan menyerah itu berbeda saudaraku. Bila ingin tahu akan diriku, mari duduk dan ngopi bersamaku.
Aku tak menginginkan penderitaan purba seperti ini. Tuhanlah yang menciptakan rindu ini. Aku tak tahu apa tujuan Tuhan. Aku hanya melaksanakan. Melakukan apa yang bisa aku lakukan. Kepada Tuhan pula aku serahkan segala hasil. Dia Maha Penyayang yang selalu mengawasi hamba-hambaNya.
Sukoharjo, 31 Januari 2015
0 komentar:
Posting Komentar