KH. HASYIM ASY’ARI; ETIKA MURID TERHADAP GURU
- Hasyim Asy’ari, Al-adab Al-alim Wa al-Muta’allim, (Pesantren Tebuireng: Jombang, 1238 ) -
1. Hendaknya seorang murid meneliti terlebih dahulu dengan meminta petunjuk kepada Allah siapa guru yang harus diambil dengan mempertimbangkan akhlak dan etikanya
ينبغى للطالب ان يقدم النظر ويستخير الله فيمن ياءخذالعلم عنه ويكتسب حسن الأخلاق والأدب منه
Dengan konsep di atas, sangat jelas bahwa murid di tuntut untuk hati-hati memilih guru dalam belajarnya. Hal ini akan berakibat pada murid sendiri.
2. Memperhatikan apa yang menjadi haknya dan tidak melupakan keutamaan dan kebaikannya, serta mendoakan gurunya baik ketika ia hidup atau ia meninggal dan memelihara kekerabatan dan keturunannya.
أن يعرف له حقّه ولا ينسى له فضله, وأن يدعو له مدّة حياته وبعد مماته ويراعى ذرّيته وأقاربه
Hubungan yang dimaksud adalah adanya keterkaitan secara interen dan erat tidak hanya dalam artian lahir, akan tetapi juga batin. Jadi inilah yang menjadi bukti, bahwa pemikiran Hasyim Asy’ari sangat humanis dan bersifat religius, sehingga apa yang menjadi ajarannya menjadi bahan acuan yang sangat penting dalam mengembangkan komunitas pendidikan yang respec terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan relegiusitas dalam kehidupan.
3. Hendaknya memandang gurunya dengan penuh ketulusan dan ketakziman serta menyakini bahwa guru mempunyai kualitas dalam mengajar.
أن ينظر اليه بعين الاجلال والتعظيم ويعتقد فيه درجة الكمال, وانّ ذلك أقرب الى نفعه
Konsekuensi dari konsep ini adalah profesionalisme guru harus benar-benar qualified baik secara keilmuan yang menjadi spesifikasi maupun keilmuan pendukung lainnya. Dengan demikian guru mempunyai otoritas yang efektif dalam proses belajar mengajar pada akhirnya akan menjadikan pendidikan berjalan secara maksimal. Dengan kata lain, seorang guru dituntut untuk komimen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya.
Karena seorang guru bisa dikatakan profesional apabila dalam dirinya terdapat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap kometmen terhadap mutu dan hasil kerja serta sikap continous improvemen, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. Yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamanya di masa depan.
4. Murid tidak diperkenankan memanggil gurunya dengan sebutan namanya atau dengan Dhomir mukhotobah.
ولا يخاطب شيخه بتاء خطاب وكافه
Penekanan ini akan berpengaruh terhadap kewibawaan guru dan menjadikan hubungan yang saling menghormati dan menumbuhkan dedikasi yang besar dalam lingkungan pendidikan. Bagaimana egaliter dan demokratisnya proses pendidikan, tetap menumbuhkan sikap dan prilaku yang beretika dan berakhlak. Dengan demikian, sikap dan prilaku yang diwujudkan ini bukan berarti tidak demokratis dan egaliter, akan tetapi lebih dipahami sebagai bagian dari penumbuhan tingkat kedewasaan dan sikap mental yang baik bagi anak didik.
5. Hendaknya murid dilarang masuk keruangan guru tanpa izin, dan menghilangkan bau serta memakai pakaian rapi ketika berada di ruang belajar.
ان لايدخل على الشيخ فى غيرالمجلس العام الاّباستئذان. ويدخل على الشيخ كامل الهيئة مطهرالبدن والثياب لقصدالعلم.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa Hasyim Asy’ari mencoba memberikan bimbingan dan proses belajar hendaknya dilakukan secara baik dan rapi, beretika dan disiplin. Masalah penampilan merupakan hal yang mendapat perhatian karena menyangkut keberhasilan pendidikan afektif –psikomotorik.
6. Hendaknya murid jangan bicara ketika guru sedang menyampaikan materi atau memotong pembicaraannya.
ولايتكلم فى أثناء درس بمالايتعلق به او بما يقطع عليه.
Kaitannya dengan penciptaan suasana belajar mengajar Hasyim Asy’ari melarang muridnya memotong pembicaraan guru sebelum selesai berbicara. Begitu juga tidak diperkenankan berbicara dengan orang lain sementara guru sedang mengajar.
7. Hendaknya murid memilih orang yang dipandang berilmu serta etika dan akhlaknya baik dalam belajarnya
ينبغى للطالب ان يقدم النظر ويستخير الله فيمن ياءخذالعلم عنه ويكتسب حسن الأخلاق والأدب منه
Dengan konsep di atas, sangat jelas bahwa Murid di tuntut untuk hati-hati memilih guru dalam belajarnya. Hal ini akan berakibat pada pada murid sendiri.
8. Hendaknya orang yang akan dijadikan guru itu adalah harus beryari’at yang baik serta di akui kemampuannya oleh guru-guru lainnya.
يجتهد ان يكون الشيخ ممن له على العلوم الشرعية تمام الطلاع وله ممن يوثق به من مشايخ عصره.
Karena profesi seorang guru tidak boleh mengabaikan kewajibannya. Ia wajib bekerja untuk dapat menghasilkan ilmu yang berkelanjutan, serta banyak membaca, menelaah, berfikir dan berdiskusi. Hal ini dilakukan karena derajat seorang guru yang alim sama dengan derjata para ulama’.
9. Hendaknya murid bersikap sopan santun di depan gurunya.
ان يجلس امام الشيخ بالأدب
Dalam hal ini, bagaimana murid duduk dan bersikap dengan sopan ketika berhadapan dengan gurunya, lebih-lebih dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.
10. Hendaknya murid berlemah lembut kepada gurunya dalam berbicara.
ان يحسن خطابه مع الشيخ بقدرالامكان.
Dari sini dapat di lihat, bahwa seorang murid menunjukkan sikap akhlak yang baik terutama kepada gurunya, yaitu berupaya menyenangkan hati sang guru, serta tidak menunjukkan sikap yang memancing ketidaksenangan sang guru.
Etika murid terhadap guru yang dirumuskan oleh Hasyim Asy’ari tersebut di atas tampak masih cukup relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan proses belajar mengajar di masa sekarang, kerena etika tersebut tersebut di samping tidak membunuh kreativitas murid, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia di kalangan pelajar, dalam hal ini juga menjadi cita-cita dan tujuan pendidikan Islam.
Salam Ilmu dan Cinta - Rumah Pendidikan Sciena Madani
0 komentar:
Posting Komentar