Malam tanggal 29 Desember 2012, saat hujan dengan istiqomahnya membasahi bumi. Suara gemericik air yang begitu
berisik mengusik ketenangan desa. Saat orang-orang memilih ndekem di rumah masing-masing. Tapi tidak untukku.
Aku tengah duduk santai menikmati bekunya udara dengan segelas kopi hitam
dan memegang sebatang rokok di sela-sela jari.
Tiba-tiba dering ringtone nokia
merangsak masuk ketelingaku. Kuangkat dengan santai handphone-ku tanpa melihat siapa yang menelpon.
“Halo, Assalamu’alaikum,” tanyaku sambil menghembuskan kuat-kuat asap
tembakau untuk mengusir bekunya udara.
“Wa’alaikumsalam,” jawabnya begitu lembut, “Gimana besuk? Jadi ke kebun
teh Kemuning?”
Aku kenal betul suara ini. Seorang gadis desa sebelah yang dulunya langsing. Dulu. Catat, itu dulu. Kalau sekarang mah
montox. Yang memiliki senyum khas yang tak dimiliki
wanita lainnya.
“Kalau kamu ndak capek, ayo,” jawabku.
Sengaja aku menanyakan hal itu, karena perjalanan Jakarta – Sukoharjo itu
bukan jarak yang selangkah dua langkah sampai. Butuh waktu sekitar 12-13 jam
perjalanan kalau menaiki bus dan sekitar 8 jam perjalanan kalau dengan kereta
api. Waktu segitu cukuplah untuk meneposkan
bokong. Kalau mabur mah hanya butuh 1
jam. Sayang dia milih nitih kereta
api.