Dulu,
sangat mudah bagiku untuk ber-kata, bahkan sambil menyentuh dan mengelus penuh
simpatik pundak orang, “Tabahkan hati-mu, ya. Semua dari kita akan merasakan
kehilangan orang yang kita cintai. Anggap saja dia bukan jodohmu. Kau pasti
akan dapat yang lebih baik. Tegar, ya. Life
must go on..”
Kuingat
benar, terakhir kali kubisikkan kata-kata sejuk itu kepada teman sebayaku kala
ditinggal oleh kekasihnya yang sudah 2 tahun menjalani hubungan percintaan. Dia
tampak sangat begitu kalut. Guncang. Rapuh. Sambil menepuk pundaknya kubisikkan
kalimat teduh itu. Ia menggangguk. Tampak keteduhan meng-gelayuti wajah
sayunya. Entah apa gerangan kecamuk di dadanya, kala itu.
And now, akulah yang menerima tempias
kata-kata bijak kesejukan itu!
Aku
benci perasaan sesungguhnya yang menggemuruh dalam dadaku!
Aku
benci mengalami ini!
Aku
benci akhirnya tiba diliranku. Pundakku yang dielus dan dibisikkan kata-kata
teduh itu.
Mau
tahu rasanya, kawan?